KONAWE, (IslamToday ID) – Polisi telah memeriksa sedikitnya 57 orang saksi dalam kasus desa fiktif atau desa siluman di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra). Saksi-saksi yang diperiksa di antaranya kepala desa, pejabat di Kabupaten Konawe, pejabat Pemprov Sultra, dan pegawai di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Penyidik
masih tetap melakukan pemanggilan untuk saksi-saksi,” kata Kepala Sub Bidang
(Kasubbid) Pusat Pelayanan Informasi dan Dokumentasi (PPID) Polda Sultra,
Kompol Dolfi Kumaseh, Jumat (8/11/2019).
Ia mengatakan penyidik sudah turun langsung ke lapangan dan melihat desa-desa
yang diduga fiktif itu. Dari 56 desa yang sebelumnya diduga fiktif, penyidik
menemukan ada 23 desa yang tidak terdaftar di Kemendagri maupun di Pemprov
Sultra. “Ada dua desa yang tidak berpenghuni,” kata Dolfi.
Namun demikian, ia tidak menyebut
desa mana saja yang diduga tak berpenghuni alias siluman itu.
Selain turun ke lapangan, lanjut Dolfi, penyidik juga tengah
menunggu hasil cek fisik Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan hasil
audit perhitungan kerugian negara yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Sultra. “Jika sudah ada hasil audit BPKP dan ada
kerugian negara, baru penyidik tindak lanjuti penetapan tersangka,” ungkapnya.
Kasus ini, kata Dolfi, pertama kali dilaporkan oleh masyarakat
pada 2018 silam. Atas laporan itu, penyidik yang kemudian disupervisi KPK
melakukan penyelidikan hingga penyidikan.
Terhadap pejabat daerah semisal Bupati Konawe, polisi belum
melakukan pemeriksaan. Hal itu dilakukan setelah ada hasil audit dari BPKP.
“Sejauh ini belum memeriksa pejabat, pemanggilan bupati belum. Kalau untuk
mantan Sekda (Lukman Abunawas), belum juga,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Raharjo menyebut pihaknya pasti akan menyelidiki kasus itu. Hanya saja pihaknya belum punya info detail. Ia mengaku perlu ditelusuri terkait yang mengusulkan dana desa tersebut, termasuk uang yang telah ditransfer pemerintah pusat ke daerah.
“Apakah Pak Camat dan Bupati nggak
tahu. Atau siapa. Setelah ditransfer, mestinya sudah ditransfer berapa tahun.
Yang lalu, ada nggak. Kalau yang lalu ada, maka harusnya dikembalikan ke kas
negara,” jelasnya.
Agus menjelaskan, uang yang sudah ditransfer itu harus
dikembalikan ke kas negara dan tidak boleh menjadi sisa lebih penggunaan
anggaran (Silpa). “Karena ini transfer dari pusat,” jelasnya.
Pernyataan Agus ini berbeda dengan pernyataan Wakil Bupati
Konawe, Gusli Topan Sabara. Ia menyebut sejak 2015 sampai 2018, total Rp 5,8
miliar diendapkan di kas daerah.
“Itu nanti diselidiki dulu. Nanti kita lihat lah,” pungkas
Agus. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com