JAKARTA, (IslamToday ID) – Nasib guru honorer kembali menjadi perbincangan hangat bertepatan dengan Hari Guru Nasional 25 November 2019. Seperti diketahui selama ini kesejahteraan guru honorer masih sangat minim karena hanya digaji Rp 300.000 sampai Rp 500.000 per bulan.
Mantan Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Didi Suprijadi mengatakan, saat ini yang harus diperjuangkan PGRI adalah soal kesejahteraan guru honorer.
“Saya menyoroti rencana pemerintah dengan program kartu prakerja sebagai pembanding, lalu dihubungkan dengan guru honorer,” kata Didi dalam pesan elektroniknya, Senin (25/11/2019).
Guru honorer adalah orang yang bekerja mengajar di sekolah negeri, minimal sudah mengajar satu tahun dengan honor Rp 300.000-500.000 per bulan. Honor ini dibayar setiap tiga bulan, anggarannya dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Untuk menjadi guru profesional disyaratkan agar guru memiliki sertifikat pendidik. Fakta di lapangan hampir seluruh guru honorer belum bersertifikat pendidik.
Salah satu kendala guru honorer belum bisa mengikuti sertifikasi pendidik selama ini adalah peraturan yang menyebutkan harus tenaga pendidik tetap yang diangkat yayasan untuk sekolah swasta atau diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk sekolah negeri.
Didi membeberkan, ada perubahan peraturan dalam pelaksanaan sertifikasi, yaitu dalam Lampiran Surat Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 4184/B4/GT/2018 Tanggal 15 Februari 2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Calon Peserta PPG dalam Jabatan.
Di surat itu disebutkan untuk guru bukan PNS di sekolah negeri (guru honorer) dibuktikan dengan SK Pengangkatan dari Kepala Daerah atau Kepala Dinas Pendidikan lima tahun terakhir (mulai tahun 2014 sampai dengan 2018). “Fakta di lapangan kepala daerah atau kepala Dinas Pendidikan jarang yang berkenan memberikan SK,” ujarnya.
Ketentuan lainnya persyaratan guru bukan PNS di sekolah negeri seperti disebutkan di atas, hanya berlaku untuk pendaftaran dan pelaksanaan PPG Dalam Jabatan, tidak berlaku untuk persyaratan pembayaran tunjangan profesi pendidik.
Artinya kalaupun guru honorer mendapatkan sertifikat guru melalui PPG, akan tetapi sertifikat tersebut tidak dapat digunakan sebagai syarat penerimaan tunjangan fungsional guru. “Jadi walaupun sudah memiliki sertifikat pendidik, guru honorer belum bisa mendapatkan tunjangan fungsional guru (TFG),” ujarnya
Biaya pelaksanaan PPG Dalam Jabatan bagi guru bukan PNS di sekolah negeri menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau Satuan Pendidikan, kecuali guru yang mengajar di daerah khusus (3T).
Artinya pemerintah pusat tidak dapat menanggung biaya PPG bagi guru honorer. Bandingkan dengan biaya PPG untuk guru PNS dan guru yayasan.
Ingin Diangkat Jadi PNS
Sementara, guru-guru honorer merasa
tidak ada yang berubah pada peringatan Hari Guru Nasional ke-74 tahun ini. Ketidakpastian
masih membayangi mereka. Harapan melalui rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja (PPPK) hingga kini juga tak jelas ujungnya.
“Kami belum bisa tersenyum karena status kami belum jelas,
apakah diangkat menjadi PNS atau lainnya,” ujar Ketua Forum Honorer K2
Indonesia (FHK2I) DKI Jakarta, Nurbaiti, Minggu (24/11/2019).
Ia mengatakan guru honorer yang telah mengabdi sekian lama
menjadi guru tentu ingin diangkat menjadi PNS. Mereka ingin pengabdiannya
selama ini dihargai.
Nurbaiti berharap pemerintah dapat
mengakui pengabdian yang telah diberikan oleh para guru honorer tersebut.
“Besar harapan kami Bapak Presiden dan pemerintah mengabulkan keinginan kami
untuk menjadi PNS,” ujarnya.
Pada perekrutan CPNS 2019, lanjutnya, guru honorer harus
bersaing dengan calon guru muda dan banyak guru honorer yang tidak bisa ikut
karena kendala usia. Jumlah guru honorer di Tanah Air kurang lebih 250.000 guru.
“Memang, solusi pemerintah melalui perekrutan PPPK. Namun,
hingga saat ini, tahap satu yang direkrut pada Februari 2019 belum jelas
nasibnya. Ada yang dinyatakan lulus, tapi belum diterbitkan Nomor Induk Pegawai
(NIP) karena Perpres yang mengatur PPPK belum ditandatangani presiden,” jelasnya.
Nurbaiti menambahkan, tak masalah jika guru honorer diangkat menjadi PPPK, tapi harus berkeadilan dan jelas statusnya. Hal itu dikarenakan saat ini status PPPK belum jelas karena antar pemerintah saling lempar. “(Pemerintah) Daerah mengatakan (pemerintah) pusat, pusat mengatakan daerah,” ujarnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Gelora.co