JAKARTA, (IslamToday ID) – Kasus mega korupsi yang diduga melibatkan petinggi perusahaan asuransi plat merah, PT Jiwasraya mulai terkuak. Jaksa Agung ST Burhanudin menyebutkan bahwa ada dugaan potensi kerugian negara hingga Agustus 2019 mencapai Rp 13,7 triliun.
Diperkirakan kasus dugaan mega korupsi di PT Jiwasraya dua
kali lebih besar dari kasus Bank Century yang diduga merugikan negara
senilai Rp 7,4 triliun.
Analis Hukum dan Direktur HICON Law & Policy
Strategis, Hifdzil Alim menyebutkan kasus Jiwasraya merupakan kasus luar biasa
di sektor asuransi. Bahkan, jika benar mega korupsi ini terjadi, adalah yang terbesar di Republik Indonesia.
Menurut Hifdzil, melihat luasnya sorotan publik dan besarnya potensi kerugian negaranya, aparat penegak hukum sangat mendesak untuk berkolaborasi mengungkap kasus dugaan rasuah itu.
“Melihat besarnya
kasus ini, jika dimungkinkan ada kolaborasi antar penegak hukum untuk
memeriksanya, sepertinya akan sangat baik. Akan tetapi, perlu diperhatikan
bahwa kerja sama penegakan hukum harus mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Tidak boleh ada gesekan,” kata Hifdzil, Senin (23/12/2019).
Lebih lanjut, Hifdzil menjelaskan, saat ini pemerintahan Jokowi sedang berupaya
meningkatkan ekonomi negara, sehingga mengusut tuntas kasus Jiwasraya merupakan
hal mendesak.
Pengajar Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga ini khawatir
jika tidak segera diusut tuntas, maka akan menganggu sistem ekonomi negara yang
disebabkan minusnya keuangan PT Jiwasraya.
“Memeriksa kasus jiwasraya menjadi hal mendesak yang harus dibuatkan kebijakannya. Jangan didiamkan. Sebab nanti akan mengganggu sistem ekonomi karena minusnya keuangan Jiwasraya,” pungkas Hifdzil.
OJK Tak Becus
Sementara itu, ekonom senior, Rizal Ramli menilai persoalan yang membelit Jiwasraya tidak lepas dari kerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang payah. Jika OJK bekerja dengan baik, maka Jiwasraya tidak akan merugi dan gagal bayar polis hingga triliunan rupiah.
Rizal menyebut Ketua OJK Wimboh Santosa tidak becus dalam
menangani Jiwasraya. Wimboh, katanya, gagal membawa lembaga pengawas keuangan
pemerintah mencari solusi atas persoalan ini.
“Bos OJK enggak becus. Harusnya bisa kalau dia ngerti surveillance (pengawasan). Dari awal dia ambil tindakan,” ujar Rizal, Jumat (20/12/2019).
Wimboh dan sejumlah pegawai di OJK, sambung
Rizal, tidak memiliki daya analisa yang kuat. Mereka kebanyakan adalah dosen
dan birokrat, tapi tidak punya daya prediksi yang kuat.
“Kedua, enggak pernah
punya sejarah turn arround (memutar
keadaan menjadi lebih baik),” ucap mantan Menko Kemaritiman ini.
Lebih lanjut, Rizal menyarankan kepada pemerintah untuk
meminta bantuan dari pihak-pihak lain yang lebih mumpuni untuk menyelesaikan
masalah Jiwasraya. “Mau diberesin? Bukan OJK yang harus nanganin. Mereka enggak mampu kok. Suruh kek siapa. Menteri BUMN atau
siapa untuk benahin,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Rmol.id