JAKARTA, (IslamToday ID) – Kejaksaan Agung (Kejagung) mencekal 10 orang bepergian ke luar negeri terkait kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Adi Toegarisman mengatakan, keputusan pencekalan terhadap 10 orang tersebut sudah berdasarkan perintah Jaksa Agung, ST Burhanuddin. “Atas perintah Jaksa Agung, saya sampaikan 10 orang telah dilakukan pencekalan,” kata Adi, Jumat (27/12/2019).
Kejagung telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan dengan nomor PRINT-33/F.2/Fd.2/12/2019 tertanggal 17 Desember 2019. Tim penyidik pun sudah memeriksa 89 saksi.
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, alasan pencekalan 10 orang bepergian ke luar negeri karena berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Jiwasraya. “Ya betul, potensi untuk tersangka,” ujarnya.
Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Imigrasi dalam pencekalan tersebut yang berlaku mulai Kamis (26/12/2019) malam hingga jangka waktu enam bulan ke depan.
Dikabarkan, mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim sudah meninggalkan Indonesia dan terbang ke Madrid, Spanyol. Sedangkan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo sudah terbang ke London, Inggris.
Keduanya meninggalkan Indonesia saat Kejagung tengah mengendus tersangka dugaan korupsi. Burhanuddin mengaku pihaknya masih menunggu hasil penyelidikan pihak Imigrasi.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non-Bank
yang juga anggota Komisioner
OJK Riswinandi mengatakan, upaya penyehatan Jiwasraya sudah dilakukan 4-5 kali periode pemerintah.
“Bahkan audit yang
lebih mendalam sebenarnya mendefinisikan Rp 8 triliun, hanya saja data yang
keluar per 2008 defisit secara internal adalah Rp 5,7 triliun,” terangnya beberapa
waktu lalu.
Pada Juli 2008, Menteri BUMN Sofyan Djalil mengirim surat
kepada Direksi Jiwasraya. Ia meminta kepada jajaran direksi untuk menyelesaikan
masalah Jiwasraya sesuai ketentuan perundang-undangan. Desember 2008, ekuitas
Jiwasraya tercatat negatif Rp 5,7 triliun.
Pada 11 Maret 2009, Sofyan Djalil berkirim surat kepada
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta bantuan likuiditas, meliputi pinjaman
subordinasi sebesar Rp 6 triliun dalam bentuk 100 persen bond atau skema 75 persen bond dan 25
persen kas.
Namun, Sri Mulyani
menolak pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) ke Jiwasraya karena harus lebih
dulu dilakukan auditor independen, sebab mengalami defisit ekuitas Rp 6,3 triliun.
Jiwasraya mengalami pasang surut dalam kerugian yang
dipercantik pada laporan keuangan, sehingga hasilnya pun bisa maksimal mencapai WTP (Wajar Tanpa Pengecualian). Publik
melihatnya Jiwasraya tidak mengalami kerugian.
Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdianto Alam mengatakan, secara
aturan, kebijakan, maupun tatanan menajemen dalam sebuah perusahaan, mestinya presiden
memiliki pembantu yang sejak lama mengetahui kondisi Jiwasraya.
“Panggil menteri
yang bersangkutan dan minta pertanggungjawaban. Ini uang nasabah, uang rakyat.
Solusi penting, tapi hukum berlaku
jika ada kerugian negara,” terang Yusdiyanto.
Kerugian negara sebesar Rp 13,7 triliun yang
ditimbulkan oleh Jiwasraya akan berpotensi membengkak hingga Rp 30 triliun lebih.(wip)
Sumber: Rmol.id