JAKARTA, (IslamToday ID) – Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) menilai kebijakan perubahan
skema subsidi gas elpiji 3 kg akan merugikan UMKM dan produsen. Sebab kebijakan
tersebut berpotensi menambah biaya produksi bagi 22 juta UMKM di sektor kuliner yang
berimbas pada kenaikan harga jual.
Ketua Akumindo, Ikhsan Ingratubun mengatakan kebijakan Kementerian ESDM yang beredar
saat ini adalah melakukan pembatasan terhadap pembelian gas elpiji 3 kg dalam sebulan. Pembelian selanjutnya akan diarahkan pada gas 12 kg. “Kebutuhan pedagang
kan lebih dari itu, yang artinya, mereka akan bayar mahal,” ujarnya, Sabtu (18/1/2020).
Ikhsan memberikan contoh pedagang mi ayam dan penjual
gorengan. Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan Akumindo, mereka setidaknya
membutuhkan 2-3 tabung per minggu atau sekitar 10 tabung per bulan. Artinya, mereka
harus membeli gas 12 kg sebanyak 7 tabung setiap bulan.
Dengan kondisi tersebut, Ikhsan menambahkan, kebijakan
perubahan skema subsidi gas elpiji 3 kg akan memberikan batasan kepada UMKM
untuk berproduksi. Hasil akhirnya, kebijakan baru ini justru membuat daya saing UMKM semakin
rendah.
Ikhsan memastikan Akumindo menentang tegas perubahan skema
subsidi gas 3 kg yang kini bergulir. Hal tersebut kontra dengan UU Pemberdayaan UMKM yang
dikeluarkan pemerintah. “Di undang-undang ini adalah
kebijakan afirmatif, sedangkan kebijakan baru subsidi justru memberikan
batasan. Ini kan bertentangan,” tuturnya.
Tidak hanya menambah beban pengusaha, Ikhsan mengatakan,
kebijakan baru ini juga berpotensi merugikan masyarakat. Sebab, UMKM akan
memilih menaikkan harga jual untuk mempertahankan tingkat
margin keuntungan mereka.
Apabila memang terpaksa dilakukan, Ikhsan menekankan agar
pemerintah menerapkannya secara bertahap hingga masyarakat dan dunia usaha
memang siap. “Atau, ditunda dan dievaluasi dulu hingga 2021. Jangan langsung di tahun ini,” katanya.
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah
Mansuri juga menilai perubahan skema subsidi gas elpiji 3 kilogram atau gas melon berpotensi
merugikan dua jenis pedagang di pasar. Pertama, pedagang yang menggunakan gas
melon sebagai komponen produksi. Kedua, pedagang gas melon itu sendiri.
Abdullah menjelaskan, untuk kategori pedagang pertama, perubahan skema subsidi gas melon otomatis akan menambah biaya operasional. Mereka akan dibatasi dalam membeli gas melon subsidi dan didorong untuk beralih ke elpiji nonsubsidi 12 kg. “Secara otomatis, harga jualnya akan naik karena beban produksi mereka naik,” katanya.
Sementara, dampak berbeda akan dialami pedagang jenis kedua. Pembatasan subsidi gas melon membuat tingkat permintaan terhadap barang dagangan mereka menurun. Pasalnya, konsumen mereka cenderung menahan pembelian. Hasil akhirnya, bisnis mereka terhambat.
Abdullah berharap pemerintah melakukan kajian mendalam terlebih dahulu sebelum membuat keputusan. Hal itu khususnya efek terhadap pedagang pasar maupun pengusaha lain yang masih berskala mikro dan kecil. “Kalau dilakukan sporadis tanpa melakukan kajian, ini akan berimbas ke inflasi,” tuturnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyampaikan akan mengubah skema subsidi gas melon pada semester kedua tahun ini. Subsidi tidak lagi diberikan per tabung, melainkan langsung ke penerima manfaat, yaitu masyarakat miskin.
Dampaknya, harga jual gas melon akan disesuaikan dengan harga pasar yang dapat mencapai Rp 35.000 per tabung. Saat ini, Kementerian ESDM telah menyiapkan beberapa skema untuk penyaluran subsidi, di antaranya dengan menggunakan kartu atau barcode yang terhubung dengan perbankan. (wip)
Sumber: Republika.co.id, Rmol.id