PURWOKERTO, (IslamToday ID) – Muhammadiyah menyampaikan koreksi pada pemerintah dan kepolisian terkait maraknya tuduhan radikalisme dan ekstremisme dalam Islam.
“Umat Islam itu bukan duri dalam kehidupan berbangsa. Justru umat Islam itu merupakan pilar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara ini,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir saat menghadiri peresmian nama Jalan KH Achmad Dahlan di depan kampus Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Minggu (19/1/2020).
Ia menyebutkan belakangan ini banyak sekali pejabat yang melontarkan kata-kata radikalisme. Meski tidak secara eksplisit, namun konteks radikalisme itu seakan-akan hanya ada pada umat Islam.
“Seperti sebutan pegawai BUMN banyak yang terpapar, masjid terpapar, bahkan anak PAUD juga disebut terpapar radikalisme. Itu arahnya jelas ke radikalisme Islam,” ujar Haedar.
Ia mengingatkan radikalisme itu ada di setiap tempat. Baik dalam bentuk radikalisme primordial (kesukuan), radikalisme paham atau agama, bahkan radikalisme ekonomi.
Salah satunya, ketika terjadi peristiwa kekerasan di Papua yang menyebabkan lebih dari 30 jiwa anak bangsa melayang. Haedar menyebutkan kejadian itu merupakan bentuk radikalisme separatis. “Tapi dalam kejadian itu, para pejabat negara tak ada yang menyatakan bahwa itu bentuk radikalisme,” katanya.
Demikian juga dalam sektor ekonomi. Haedar menyatakan fakta bahwa hanya ada 1 persen warga negara yang menguasai 55 persen kekayaan Indonesia, juga merupakan bentuk radikalisme. “Itu jelas-jelas merupakan radikalisme ekstremisme liberal kapitalisme,” katanya.
Haedar menyatakan landasan pembangunan ekonomi Indonesia merupakan ekonomi Pancasila yang berdasarkan ekonomi kerakyatan dengan asas gotong-royong atau kebersamaan. “Ketika ada sekelompok kecil orang yang menguasai kekayaan bangsa sedemikian besar, berarti ada ekstremisme,” katanya.
“Dalam kondisi ini, negara mestinya hadir untuk memecahkan masalah ekstremisme ekonomi karena menjadi ancaman masalah keadilan bagi seluruh rakyat indonesia,” katanya.
Sebagai organisasi massa Islam, kata Haedar, Muhammadiyah berkomitmen untuk menghadapi radikalisme yang mengarah pada bentuk ekstremisme dan kekerasan dalam bentuk apa pun, oleh siapa pun, dan atas nama apa pun.
“Itu menjadi komitmen Muhammadiyah sejak awal organisasi Muhammadiyah didirikan. Karena radikalisme dalam bentuk kekerasan dan ekstremisme jelas merugikan hajat hidup manusia, bangsa, dan negara,” katanya.
Untuk itu, Haedar meminta pemerintah agar jangan selalu menganggap umat Islam sebagai objek yang terpapar radikalisme. “Bila kondisi ini terus terjadi, umat Islam suatu saat akan merasa teraleniasi dan ini berbahaya,” ujarnya.
Ia mengingatkan umat Islam di Indonesia adalah mayoritas dan ikut mendirikan bangsa dan republik ini. “Untuk itu, jangan seperti melempar nyamuk di atas kaca. Nyamuknya tidak kena, tapi kacanya pecah berkeping-keping. Jangan sampai hal ini juga terjadi di Indonesia,” pungkasnya. (wip)
Sumber: Republika.co.id