DENPASAR, (IslamToday ID) – Gubernur Bali I Wayan Koster melegalkan minuman keras (miras) tradisional seperti arak dan sejenisnya. Legalisasi arak Bali tersebut diharapkan bisa mengangkat ekonomi masyarakat local.
Pelegalan miras tradisional tersebut tertuang dalam Pergub No 1 Tahun 2020 tentang Tata Kelola Minuman
Fermentasi dan/atau Destilasi Khas Bali. Sang Gubernur menyebut Pergub ini telah disetujui oleh Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) dan
telah diundangkan pada 29 Januari 2020.
“Saya
mengharapkan, dengan telah diatur dalam Pergub, maka minuman fermentasi khas
Bali ini menjadi kekuatan ekonomi baru kita berbasis kerakyatan dan kearifan
lokal Bali,”
kata Koster saat
menyosialisasikan Pergub itu di Rumah Jabatan Gubernur Bali, Jayasabha,
Denpasar, Kamis (6/2/2020).
Menurutnya, Pergub yang terdiri dari IX Bab dan 19
pasal itu dilatarbelakangi oleh realita bahwa minuman fermentasi khas Bali,
seperti arak, tuak, dan brem merupakan salah satu sumber daya keragaman budaya
Pulau Dewata.
“Ini perlu
dilindungi, dipelihara, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mendukung
pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan dengan berbasis budaya sesuai dengan
visi Nangun Sat
Kerthi Loka Bali,”
ucapnya.
Koster mengklaim arak dan tuak Bali sudah sangat terkenal.
Namun, pengembangannya selama ini masih terhambat karena ada peraturan presiden yang mengatur produksi minuman beralkohol
tradisional termasuk dalam “negative list”.
“Untunglah
ada jalan keluar, dengan mengaturnya dalam regulasi berupa Pergub,” kata Gubernur Bali asal Desa Sembiran,
Kabupaten Buleleng itu.
Bahkan,
Koster berencana untuk menggelar Festival Minum Arak Bali. “Nanti siapa yang minum paling banyak dan
tidak mabuk, itu yang menjadi juara,” katanya berseloroh.
Koster pun merinci ruang lingkup Pergub
No 1 Tahun 2020 itu meliputi
pelindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan; kemitraan usaha; promosi dan
branding; pembinaan dan pengawasan; peran serta masyarakat; sanksi
administratif; dan pendanaan.
Sedangkan pelindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan minuman
fermentasi dan/atau destilasi khas Bali meliputi tuak Bali, brem Bali, arak
Bali, produk artisanal; dan brem atau arak Bali untuk upacara keagamaan.
Pelindungan, pemeliharaan, dan pemanfaatan dilaksanakan oleh organisasi
perangkat daerah sesuai kewenangannya.
Jangan Disalahgunakan
Koster mengatakan Pergub tersebut membuat produsen, distributor, dan sub distributor minuman fermentasi ini harus memiliki izin. “Semuanya harus legal, supaya nyaman semuanya. Saya memohon sekali, Pergub ini dijalankan dengan niat baik untuk jangka panjang masa depan kita semua. Jangan sampai disalahgunakan untuk cara-cara tidak sehat atau akal-akalan,” katanya.
Koster pun menginginkan dengan adanya Pergub tersebut, maka tata kelola dari hulu sampai hilir bisa sehat dan benar. “Hal ini sebagai upaya kita bersama membangun perekonomian yang sehat. Supaya jangan nanti malah menjadi objek yang dikejar oleh aparat hukum,” ujarnya.
Pergub No 1/2020 itu pun mengatur bahwa minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali hanya dapat dijual pada tempat-tempat tertentu di Bali, di luar Bali dan/atau untuk ekspor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Arak, tuak, dan brem Bali dilarang dijual di gelanggang remaja, pedagang kaki lima, penginapan, bumi perkemahan; tempat yang berdekatan dengan sarana peribadatan, lembaga pendidikan, lembaga pemerintahan dan fasilitas kesehatan; serta tempat-tempat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. “Minuman ini juga dilarang dijual kepada anak di bawah umur dan/atau anak sekolah,” ucapnya.
Ia pun meminta Badan Riset dan Inovasi Daerah setempat mengurus Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari petani jika izin-izin yang harus dikantongi produsen dan distributor sudah lengkap. Pihaknya pun mengharapkan peran dari BPOM untuk membina para petani minuman fermentasi dari sisi kualitas dan cita rasanya.
“Dengan demikian, minuman tradisional kita bisa disuguhkan di hotel-hotel, dipajang di bandara, maupun disuguhkan dalam acara ‘dinner’ di rumah jabatan gubernur,” ungkap Koster.
Ia juga meminta masyarakat dapat berperan serta dalam melakukan pengawasan terhadap distribusi minuman fermentasi dan/atau destilasi khas Bali itu.
“Saya juga akan mengajukan usulan kepada Dirjen Bea dan Cukai agar mendapat fasilitas bebas biaya untuk ekspor dan keringanan biaya untuk perdagangan lokal Bali dan/atau insentif lainnya guna mendorong pengembangan industri tuak, arak, brem Bali dan produk artisanal,” pungkasnya. (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com, Antaranews.com