JAKARTA, (IslamToday ID) – Kasus dugaan suap dengan tersangka kader PDIP, Harun Masiku disinyalir hanya sebagai puncak gunung es. Sejumlah pihak menduga ada banyak kasus lain yang serupa di tubuh partai banteng, namun tidak terdeteksi oleh publik.
Beberapa waktu lalu, PDIP diterpa masalah kembali. Elite partainya dilaporkan kader ke Bareskrim Polri atas tuduhan pemerasan.
Adalah anggota DPRD terpilih Kabupaten Kampar, Riau dari PDIP, Morlan Simanjuntak yang melaporkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ke Bareskrim Polri.
Morlan mengklaim dipecat dari PDIP lantaran difitnah telah melakukan pidana Pemilu berupa politik uang. Padahal, merujuk pada surat dari Bawaslu Kabupaten Kampar tertanggal 29 Januari 2020, ia telah dinyatakan tidak pernah melakukan tindak pidana Pemilu atau politik uang sebagaimana yang dituduhkan.
Kuasa hukum Morlan Simanjuntak, Kamarudin Simanjuntak menjelaskan, kliennya justru dimintai sejumlah uang oleh Hasto. Ia menyebut Morlan menyanggupi permintaan itu dengan catatan uang diberikan usai dirinya mendapat gaji pertama selaku anggota DPRD Kabupaten Kampar.
“Rupanya jawaban akan membayar setelah gajian itu tidak disukai oleh kesekjenan. Maka keluarlah surat pertama menunda pelantikannya dari Yasonna Laoly selaku menteri dan juga selaku Ketua DPP Hukum dan HAM PDIP,” katanya, Senin (17/2/2020).
Koordinator Divisi Politik ICW, Donal Fariz menilai pemecatan kader dan PAW menjadi fenomena yang sedang tren dalam demokrasi Indonesia. Dua hal tersebut menjadi celah atau ruang korupsi di sektor politik.
Donal mengatakan Hasto selaku Sekjen memiliki pengaruh besar dalam menentukan posisi kader di suatu lembaga negara. Ia menuturkan, terdapat dua peran yang kemungkinan besar diperankan oleh Hasto dalam kapasitasnya sebagai Sekjen.
“Satu, dia aktif melakukan pergantian antar waktu (PAW) karena kepentingan politik dia sendiri atau partai. Kemudian yang kedua, dia paling tidak berada di posisi mengetahui, turut menandatangani,” kata Donal, Rabu (12/2/2020).
Donal mafhum semua tidak bisa digeneralisasi menjadi tugas Sekjen semata. Namun, ia tidak memungkiri jika ada Sekjen yang aktif untuk melakukan PAW atas motivasi tertentu, mulai dari politik, uang, dan sebagainya.
Ia tidak secara gamblang menyatakan apakah Hasto termasuk ke dalam bagian itu atau bukan. Hanya saja ia berujar bahwa peristiwa tersebut memperlihatkan kuatnya oligarki partai.
“Kontrol peraturan perundang-undangan kemudian diabaikan, aturan diabaikan. Padahal UU jelas menyebutkan anggota DPR terpilih berdasarkan suara terbanyak. Tapi suara terbanyak itu kadang-kadang sering diabaikan oleh partai dengan berbagai macam cara,” kata Donal.
Senada dengan Donal, Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai pengakuan Morlan yang menyatakan ada permintaan uang oleh Hasto menunjukkan oligarki partai. Hal itu akan berimplikasi terhadap kerusakan sistem politik, sistem kepartaian, dan sistem rekruitmen pimpinan negara dan pejabat publik.
“Ini korupsi politik yang menyebabkan masifnya money politic dan korupsi para pejabat publik,” ucap Fickar melalui pesan tertulis.
Hadar Nafis Gumay, eks Komisioner KPU, menduga cukup banyak kasus PAW dan pemecatan kader yang dilatarbelakangi “uang”. Hanya saja ia tidak bisa menyampaikan angka persisnya.
“Yang biasanya terjadi pemberhentian terkait proses PAW. Artinya pemberhentian anggota dewan, caleg terpilih yang sudah dilantik menjadi/ bertugas sebagai anggota dewan. Kalau pemberhentian dan pergantian caleg terpilih sebelum dilantik, perkiraan saya baru terjadi pada Pemilu 2019 ini,” jelas Hadar menjelaskan perbedaan situasi yang dialaminya.
Teruntuk Harun dan Morlan, kata Hadar, sudah barang tentu terdapat peran pimpinan partai dalam hal ini Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. “Di parpol melibatkan elite pengurus, dugaan saya iya. Karena surat formil pemberhentian ditandatangani oleh pimpinan parpol,” ungkapnya.
“Standarnya pimpinan (Ketum/Ketua dan Sekjen),” jawabnya ketika ditegaskan kembali nama Hasto dalam kasus PAW Harun Masiku dan pemecatan kader Morlan Simanjuntak.
Hasto sendiri telah mengakui ada tanda tangan dirinya dalam surat permohonan PAW Harun Masiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas. Permohonan PAW dari PDIP ini diwarnai suap membuat Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka.
“Kalau tanda tangannya betul. Karena itu sudah dilakukan secara legal,” kata Hasto di Arena Rakernas PDIP, JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020). (wip)
Sumber: CNNIndonesia.com, Antaranews.com