(IslamToday ID) — Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dibawah kepemimpinan Yudian Wahyudi kerap menuai kritik. Sejak dilantik oleh Jokowi pada 5 Februari 2020, Ia telah dua kali menimbulkan polemik dan mengakui kesalahannya.
Pertama, ketika dia mengatakan musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan, kedua, ketika dia mengusulkan salam Pancasila sebagai pengganti Assalamu’alaikum.
Pernyataan tersebut langsung menuai kontroversi di masyarakat hingga usulan pembubaran BPIP pun santer disuarakan. Kongres Umat Islam (KUI) VII yang dilaksanakan pada 26-29 Februari lalu di Pangkalpinang, bahkan mengeluarkan rekomendasi pembubaran BPIP. Keberadaan BPIP dalam penafsiran Pancasila tidak diperlukan menurut peserta Kongres KUII VII.
“Kami mendesak presiden untuk mengembalikan penafsiran Pancasila kepada MPR, sebagaimana diamanatkan dalam sila ke-4 dalam Pancasila,” ujar Wakil Ketua Umum MUI Pusat, KH Muhyiddin Junaidi, saat penutupan KUII ke-VII di Pangkalpinang (29/2).
KH. Muhyiddin Junaidi juga menyampaikan bahwa usulan ini merupakan pernyataan sikap dari para peserta KUI VII. Konferensi ini dihadiri oleh Pimpinan MUI se-Indonesia, pimpinan Ormas-ormas Islam se-Indonesia,Pimpinan organisasi kemahasiswaan kepemudaan (OKP) Islam, pengasuh pondok pesantren dan sekolah Islam, pimpinan perguruan tinggi Islam, dunia usaha, lembaga filantropi Islam, media, pejabat Pemerintah, partai politik, dan para tokoh Islam. Mereka sepakat untuk menyuarakan pembubaran BPIP.
Pancasila Jangan Hanya Slogan
Kritik terhadap BPIP juga datang dari Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menurutnya pembinaan ideologi Pancasila tidak hanya tentang slogan semata. Penting dalam hal memberikan keteladanan, termasuk dalam berbicara di ruang publik.
Haedar mengajak semua pihak untuk belajar arif, bijaksana, berwawasan luas, dan jangan bawa terus Indonesia dengan isu-isu yang kontroversial.
“Harapan kami agar usaha pembinaan ideologi Pancasila itu disertai dengan keteladanan. Pancasila tidak cukup dislogankan”, ujar Haedar (2/3/2020).
Selain itu pada tahun 2015, Haedar sempat mengingatkan, ketika ramainya penggunaan semboyan “Aku Indonesia, Aku Pancasila” mengungkapkan bahwa ekspresi cinta tanah air itu tidak harus sama dan sebangun antar warga negara. Semboyan itu bahkan menunjukan hanya pemilik semboyan “Aku Indonesia, Aku Pancasila” saja yang cinta tanah air sementara itu bagi mereka yang mengkritik pemerintah dinilai sebagai pihak yang tidak cinta NKRI dan anti Pancasila.
Delik Penodaan Agama?
Ketua Bidang Polhukam DPP PKS Almuzzammil Yusuf mengungkapkan jika pernyataan yang diucapkan oleh Yudian Wahyudi berkaitan dengan agama musuh pancasila adalah kesalahan fatal.
Kesalahan fatal ini bahkan masuk dalam delik penodaan agama/penistaan agama yang diatur dalam Pasal 156 a KUHP. Pasal 4 UU No. 1/PNPS/1965 berbunyi, “Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia”.
“Pernyataan Kepala BPIP ini tidak saja menghina satu agama, tapi ia telah menghina eksistensi semua agama yang sah di Indonesia, sangat naif, provokatif, dan menyesatkan,” terang Almuzzamil Yusuf.
Selain kesalahan secara yuridis sebagaimana yang dituturkan oleh Almuzzamil di atas masih ada dua kesalahan yang dilakukan oleh Ketua BPIP. Kesalahan itu meliputi pemaknaan filosofi kenegaraan, dan kesalahan historis. Pancasila sangat menghormati eksistensi agama sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2001 tentang etika berbangsa.
Sementara, terkait dengan wacana penggantian Asalamu’alaikum dengan salam pancasila yang dilontarkan Yudian, juga mendapat kritik tajam hingga menuntutnya mundur dan pembubaran BPIP. Kali ini kritik tajam ini berasal dari Ketua Presidium Majelis Permusyawaratan Pribumi Indonesia, MS Kaban.
MS Kaban melalui kicauannya di akun twitternya menulis tentang pembubaran BPIP hingga pernyataan fakta sejarah bahwa gerakan anti agama, terutama Islam selalu didalangi oleh PKI.
“Usulan BPIP gantikan salam kaum muslimin sudah keterlaluan, satu kalimat bubarkan BPIP anti agama. Sejarah menunjukkan yang suka gugat agama khususnya Islam itu jelas-jelas PKI, Komunis anti agama,” ujar MS Kaban.
Sebelum era Yudian Wahyudi, BPIP sempat menuai kontroversi publik yakni terkait isu Gaji Dewan Pengarah BPIP yang melebihi Gaji Presiden. Tudingan gaji tinggi dan kerjanya hanya ongkang-ongkang kaki pun menjadi pembicaraan hangat publik, hingga salah satu petingginya Mahfud MD membantah tudingan itu. Kali ini dengan wajah berbeda, keberadaan BPIP pun menuai protes. Lalu, Setujukah anda dengan pembubaran BPIP ?
Penulis: Kukuh Subekti
Editor: Tori Nuariza