JAKARTA, (IslamToday ID) – Kasak-kusuk siapa bakal menjadi pemimpin Ibukota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur makin ramai diperbincangkan. Setelah sebelumnya muncul tiga nama yang digadang-gadang bakal dipilih Presiden Jokowi untuk memimpin IKN, kini ada satu nama lagi yakni Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas.
Bupati Anas disebut langsung oleh Jokowi bersama tiga nama lainnya seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Menristek Bambang Brodjonegoro, dan Tumiyono, Direktur Utama PT Wika.
Bagaimana dengan peluang Anas jika dibanding dengan ketiga calon lainnya? Bisa jadi peluangnya sama, sebab hak penuh memilih di tangan presiden.
Nama Anas sebagai kepala daerah memang cukup moncer. Prestasinya mengangkat nama Banyuwangi di pentas nasional dan internasional cukup menginspirasi banyak kepala daerah.
Namun, Anas sendiri enggan berspekulasi terkait kemungkinan penunjukan dirinya menjadi Kepala Badan Otorita Ibukota Baru. Ia pun menanggapi santai terkait penyataan Jokowi yang menyebut nama dirinya bersama tiga tokoh lainnya.
“Komentar apa ya, jangan dulu deh, nanti saja dulu. Kita tunggu saja nanti,” kata Anas, Selasa (3/3/2020).
Saat didesak kesiapannya jika benar-benar terpilih sebagai Kepala Otorita Ibukota Negara Baru, Anas hanya mengatakan kalau ada perkembangan akan dikabari lebih lanjut. Anas pun menjawab hingga saat ini belum ada telepon dari Presiden Jokowi terkait rencana tersebut.
“Belum ada telepon (dari) presiden. Kita tunggu nanti saja. Ini kan rumor. Kalau pasti nanti kita kabari,” selorohnya.
Tentunya, kabar ini membuat masyarakat Bumi Blambangan menjadi penasaran. Ini karena, dalam dua periode menjabat, Anas telah menorehkan pengabdian dalam bentuk kepemimpinan secara nyata. Pengentasan kemiskinan, akses pelayanan publik yang mudah, serta membuat Banyuwangi dikenal seantero dunia dengan kemajuan sektor pariwisatanya.
Dengan kerja keras dan dedikasinya, Anas bersama jajaran pemerintahannya telah berupaya untuk memajukan Banyuwangi. Sederet prestasi dan penghargaan bergengsi sudah disabetnya sejauh ini.
Sementara, masuknya Anas sebagai kandidat Kepala Badan Otorita Ibukota Baru dinilai merupakan hasil dari pencitraan yang selama ini dibangunnya. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Pusat Studi dan Advokasi Hak Normatif Pekerja (Pusaka), Muhammad Helmi Rosadi, Rabu (4/3/2020).
“Saya menilai ini sudah biasa. Sebab Anas selama ini pandai dalam pencitraan. Dulu dia masuk nominasi calon menteri. Tapi faktanya apa, Pak Arief Yahya orang Banyuwangi yang masuk kabinet Jokowi,” terang Helmi.
Dikatakannya, ada lagi masalah di Banyuwangi selama kepemimpinan Anas yang hingga kini masih belum terselesaikan. Menurut Helmi, salah satu kebijakan Anas adalah membangkrutkan Perusahaan Daerah (Perusda) Aneka Usaha. “Perusahaan Daerah Aneka Usaha dibangkrutkan oleh bupati sehingga nasib karyawannya tidak jelas,” urai Helmi.
Masalah berikutnya adalah polemik yang terjadi di PT Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS). Menurut Helmi, pihaknya masih ingat saat itu jabatan komisaris dan direktur merupakan hasil bagi-bagi kekuasaan saat Anas maju di Pilbup periode pertama.
“Karena jabatan direksi diisi orang-orang tidak profesional sehingga perusahaannya tidak berjalan dengan baik. Bahkan saat ada peristiwa kapal karam empat tahun lalu, saya sempat berdebat di radio dengan Anas. Saat itu Anas bilang bahwa kejadian kapal karam PT PBS akibat human error. Padahal fakta yang terjadi adalah manajemen error,” ujarnya.
Banyak Gagalnya
Helmi menjelaskan, ada lagi permasalahan lain yang juga belum terselesaikan. Seperti Bupati Banyuwangi tidak melaksanakan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap terhadap Serikat Pekerja Kapal Sri Tanjung.
Padahal Serikat Pekerja Kapal Sri Tanjung sudah memenangkan gugatan perkara perselisihan dalam putusan hubungan industrial Pengadilan Negeri (PN) Surabaya termasuk Kasasi di Mahkamah Agung.
“Tapi sampai hari ini Pak Bupati tidak memberikan hak-hak karyawan yang jumlahnya mencapai 80 orang. Saya sendiri sudah ketemu Pak Bupati dan mengatakan akan memberi hak-hak karyawan selama ada dasarnya. Nah, sekarang ada dasarnya putusan pengadilan tapi tidak juga dijalankan. Apakah orang seperti ini pantas dipilih oleh Pak Presiden menjadi salah satu kandidat Kepala Otorita IKN?” tegas Helmi.
“Saya kira banyaknya kegagalan Pak Bupati dalam memimpin Banyuwangi karena doa banyak orang yang telah dizalimi. Seperti pekerja PT PBS, Perusda Aneka Usaha, Perkebunan Blambangan yang hak-hak karyawannya tidak jelas. Seperti tidak dapat pesangon dan lain-lain. Padahal jauh sebelum pemerintahan Pak Bupati, bahkan sejak era reformasi, keringat mereka sudah menyumbang untuk pendapatan asli daerah,” urai Helmi.
Selain masalah-masalah itu, lanjutnya, ada dua kebijakan Anas yang menimbulkan polemik besar. Di antaranya penyewaan Pulau Tabuhan kepada perusahaan EBD Paragon asal Singapura dan Izin Usaha Pertambangan status Operasi Produksi (IUP-OP) PT Bumi Suksesindo (BSI), dan status Eksplorasi (IUP Eksplorasi) PT Damai Suksesindo (DSI). “Masih banyak anak bangsa lainnya yang mumpuni dan profesional memimpin ibukota baru,” tutupnya.
Pemerhati kebijakan publik, Amir Maruf Khan juga mempertanyakan kapasitas yang dimiliki Anas. “Sistemnya bagaimana, metode pemilihannya itu seperti apa? Kan saya tidak tahu. Apanya yang dibilang bagus dari Pak Anas?” tuturnya, Selasa (3/3/2020).
Menurutnya, selama ini kebijakan informasi publik di Pemkab Banyuwangi tidak transparan. Ada sejumlah item yang tidak bisa diakses, bahkan Anas juga dianggap banyak offside-nya.
“Kalau mengenai keterbukaan informasi publik, saya rasa banyak password-nya, di antaranya terkait dengan pembukuan, pembelanjaan, pemasukan, pendapatan, dan penerimaan. Itu merupakan salah satu yang saya pertanyakan pada bupati sampai tujuh kali. Namun sampai detik ini itu tidak pernah ada jawaban secara tertulis dari bupati,” ungkap Amir.
Bahkan pada Minggu kemarin, Amir dipanggil Polresta setempat terkait laporan kebohongan yang disampaikan atau disiarkan oleh Bupati Banyuwangi. “Saya diundang dan saya sudah tanda tangan di dalam pengaduan saya dan sudah diterima Polresta,” imbuhnya.
Amir menceritakan, Anas telah melakukan dan atau menyiarkan kebohongan tentang luas Pulau Tabuhan dengan menyebut luas 10 hektare menjadi 4,9 hektare. “Dia juga juga menyebutkan dari 7 hektare menjadi 5,3 hektare,” jelasnya.
Atas tindakan offside Bupati Anas tersebut, Amir lantas melaporkan sebagai perbuatan seperti diatur dalam UU ITE dan Undang-Undang No 1/1946 Pasal 14. (wip)
Sumber: Detik.com, Rmol.id, Serambinews.com, Timesindonesia.com