IslamToday ID – Dampak pandemi COVID 19 telah mengguncang perekonomian. Jutaan orang terkena PHK dan dirumahkan. Alih-alih menjamin kebutuhan, pemerintah justru menyodorkan pelatihan kerja secara daring (online) yang menjadi bagian dari Program Kartu Prakerja.
Hingga 13 April 2020, jumlah buruh yang di-PHK dan dirumahkan sudah mencapai 2,8 juta orang. Bahkan menurut Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Bambang Satrio Lelono jumlahnya akan terus bertambah.
Berdasarkan catatannya ada 212.394 pekerja dari sektor formal terkena PHK, yang dirumahkan sebanyak 1.205.191 orang. Sedangkan dari sektor informal, Kemenaker mencatat ada 282 ribu orang tak memiliki penghasilan. BP Jamsostek, juga mencatat pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK di sektor formal mencapai 454 ribu orang dan 537 ribu orang sektor informal.
Bambang mengatakan alokasi kartu prakerja oleh pemerintah pusat hanya sebesar 5,6 juta peserta sehingga nantinya akan dievaluasi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari mengatakan, hingga Selasa (14/4/2020) sudah 4 juta orang yang mendaftarkan diri di situs resmi www.prakerja.go.id.
“Sasaran adalah WNI yang sedang tidak mengenyam pendidikan formal. Namun, dalam rangka merespons pandemi Covid-19, program Kartu Prakerja juga ditunjukan untuk instrumen sosial safety net, untuk membantu meringankan beban hidup, dan membantu daya beli masyarakat yang terdampak Covid-19,” ungkapnya dalam konferensi pers di Graha BNPB, Selasa (14/4/2020).
Setiap pekannya akan dipilih 164.000 orang yang akan menjadi peserta program Kartu Prakerja. Anggaran pelatihan untuk tiap peserta sebesar Rp 1 juta. Saat ini, tersedia 900 pelatihan yang ada di 8 platform digital. Peserta dapat membandingkan paket-paket yang tersedia, termasuk harga dan program yang ditawarkan.
Peserta akan diberikan sertifikat elektronik dan lembar survei dengan insentif sebesar Rp150.000 setelah pengisian survei evaluasi program. Peserta juga akan menerima insentif pasca pelatihan sebesar Rp 600.000 per bulan selama empat bulan, melalui rekening bank atau dompet elektronik pilihan peserta. Khusus untuk dompet digital, pemerintah telah bekerja sama dengan Gopay, LinkAja, dan OVO.
Tidak Relevan
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sutrisno Iwantono mengatakan, pemerintah seharusnya melakukan modifikasi manfaat dari Program Kartu Pra Kerja.
Target program ini harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang sedang terhimpit corona. Misalnya menjawab kebutuhan pokok, seperti pangan lebih penting dari sekadar pelatihan yang bisa dilaksanakan kemudian hari.
“Contohnya yang nggak tepat itu adalah subsidi kartu prakerja kok diberikan dalam bentuk training (pelatihan). Karyawan yang kehilangan pekerjaan dan rakyat kita perlu makan saat ini, bukan pelatihan,” ujarnya, Senin (13/4/2020)
Iwantono menambahkan, faktanya saat ini para pekerja yang terdampak pandemi corona adalah mereka yang dirumahkan dan sebagian lagi kena PHK. Kebutuhan bagi pekerja yang dirumahkan saat ini adalah pangan karena mereka umumnya tak dapat gaji selama dirumahkan oleh perusahaan.
Sebaliknya, selama ini kegiatan pelatihan-pelatihan oleh instansi pemerintah cenderung tak efektif dan memboroskan anggaran. Oleh karena itu, anggaran akan lebih bermanfaat jika langsung diberikan kepada penerimanya untuk bertahan hidup.
“Angkanya besar itu, 1 orang (peserta pra kerja) Rp 1.000.000,- kalau ada 5,6 juta orang sudah Rp 5,6 triliun, malah kalau nggak salah ada anggaran sebesar Rp 20 triliun. Uang itu akan lebih bermanfaat kalau diberikan langsung kepada penerimanya, supaya dapat digunakan untuk membantu mereka bertahan hidup,” katanya.
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Politisi Partai Demokrat Rachland Nashidik. Menurutnya pelatihan daring dalam program Kartu Prakerja sebagai solusi di tengah pandemi virus corona (Covid-19) tidak relevan. Sebab, mengingatkan pertumbuhan ekonomi akibat pandemi saat ini ini diprediksi minus. Banyak perusahaan yang bangkrut dan melakukan PHK serta merumahkan karyawannya.
“Itu kebijakan tercela dan harus segera diperbaiki. pelatihan online itu tidak relevan saat ini,” “Bisnis di mana-mana bangkrut. PHK melonjak. Kenapa jalan keluarnya pelatihan online? ujarnya, Selasa (14/4/2020).
Menurutnya, anggaran sebesar Rp 20 triliun yang digelontorkan lewat Kartu Prakerja sebaiknya digunakan untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi rakyat yang sedang kesusahan. Sehingga multiplier effect dari langkah itu bisa memutar roda ekonomi.
“Kalau rakyat diberi uang, mereka masih bisa membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Petani, nelayan, pabrik masih bisa bekerja karena beras, ikan, mie instan, sabun dan lain-lain masih bisa dibeli,” kata Rachland.
Berbau Skandal
Dalam program tersebut bekerja sama dengan beberapa platform digital, seperti Tokopedia, Ruang Guru, Mau Belajar Apa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, dan Pijar. Sementara, untuk pembayaran uang insentif bisa dilakukan melalui BNI, OVO, Gopay, dan Link Aja.
Seperti diketahui publik, ruangguru merupakan sakah satu aplikator milik salah satu stafsus presiden, Belva Devara. Rachland lantas mengaitkannya Perppu Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang penanganan pandemi Covid-19 yang ditandatangani presiden Jokowi. Salah satu poin dalam Perppu itu adalah pejabat pemerintah tak bisa digugat pidana maupun perdata akibat melaksanakan amanat dengan iktikad baik sesuai beleid tersebut.
“Itu jelas korup. Apakah karena itu pasal tidak bisa dipidana dalam Perppu Covid-19 dibuat?” katanya.
Rachland pun meminta pemerintah menghapus pendanaan bagi pelatihan online dan menggunakan seluruh anggaran sebesar Rp20 triliun Kartu Prakerja untuk BLT. Ia juga meminta Presiden Jokowi memberhentikan Staf Khusus Presiden yang mencoba memanfaatkan program Kartu Prakerja.
Pemerintah memang menggandeng Project Management Office (PMO) sebagai pelaksana program. Namun yang terlihat jelas justru sasaran anggran bukan pada masyarakat melainkan kepada lembaga training online.
“Enak banget yang terima uang itu, siapa kira-kira?. Jangan begitulah, rakyat ini sedang susah, berikanlah uang itu pada yang memang berhak menerimanya,” kata Ketua Kebijakan Publik APINDO, Sutrisno Iwantono
Penulis Arief Setiyanto / Editor: Tori Nuariza