IslamToday ID –Kasus corona virus covid-19 di Indonesia mengalami lonjakan. Gugus tugas penangan covid-19 mencatat, per 14 April sudah ada 4.839 kasus positif. Sebanyak 459 orang meninggal.
Namun rupanya, ratusan nyawa hilang akibat serangan covid-19 itu tmenurut Mendko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan masih lebih kecil dibandingan dengan rasio kasus di Amerika.
Selasa lalu (14/4/2020) Menko Kemaritiman mengatakan, pemerintah akan terus mengevaluasi kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai pilihan dalam penanganan penyebaran covid-19.
Menurut Luhut, berdasarkan data sementara, jumlah kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia masih jauh lebih kecil dibanding Amerika Serikat. Ia mengungkapkan, Amerika tercatat sebagai negara dengan angka kasus Covid-19 tertinggi yakni 587.173 kasus positif dengan angka kematian sebanyak 23.644.
“Buat saya juga jadi tanda tanya sih, kenapa jumlah yang meninggal sampai hari ini, maaf sekali lagi, itu angkanya enggak sampai 500? Padahal, penduduk 270 juta dan yang terinfeksi 4.000 lebih, katakan kali sepuluh jadi 50.000,” ujar Luhut.
Lha Amerika negara yang lebih besar dari kita beda penduduk 60 jutaan,itu yang meninggal udah 222 ribu, yang infected itu udah hampirr 560 ribu. Okelah mungkin kita kurang testing kid-nya. Tapi saya bilang sudah dikalilah jadi 50 ribu,” imbuhnya
Penyataan Luhut sontak mengundang kritikan dan kecaman. Luhut Dinilai menganggap enteng ratusan nyawa yang telah melayang. Padahal, tingginya angka kasus dan korban meninggal tidak lepas dari kelalaian pemerintah yang sejak awal tidak melakukan upaya pencegaan, sosialisasi dan edukasi.
Membuka Tabir
Mantan Komisioner Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai menilai Luhut Binsar Pandjaitan mencerminkan pandangan materialisme. Sehingga kering dari sisi spiritualitas dan rasa empati.
“Cara pandang Jenderal Luhut itu materialisme, dialektika dan logika maka aspek kemanusiaan dan nilai spiritualitas menjadi terabaikan. Pandangan semacam itu akan berbahaya karena empati, simpati dan peduli menjadi hampa,” ujarnnya
Pigai menambahkan, tingginya kasus positif dan kematian di USA, Italia dan Spanyol tinggi karena negara-negara tersebut sangat transparan. Selain itu negara-negara tersebut melakukan test corona secara masif, sistem informasi terbuka bahkan jujur sehingga angka kematian menjadi banyak.
“Berbeda dengan Indonesia sedari awal semua informasi sangat tertutup bahkan sengaja ditutupi, penyediaan ruang isolasi yang terbatas, pusat pengujian terfokus di Jakarta serta minimnya rapid test telah menjawab dugaan dunia internasional bahwa Indonesia sedang berbohong,” kata Pigai.
Pemerintah Indonesia memang ‘unik’. Sebelumnya saat berbagai pihak meminta pemerintah transparan terkait data kasus corona virus, pemerintah menutup rapat rapat. Alasannya, jika data itu dibuka, maka akan mennyebabkan kepanikan. Padahal transparapsi data dibutuhkan untuk mempermudah penanganan dan pemetaan.
“Sebetulnya kita inginnya menyampaikan, tapi kita juga berhitung mengenai kepanikan dan keresahan di masyarakat, juga efek nantinya pada pasien apabila sembuh,” kata Jokowi Bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3) lalu.
Tidak Pantas
DPR, salah satunya Politisi Gerindra, Fadli Zon. Ia menilai, ucapan Luhut sama sekali tidak pantas diucapkan ke publik. “Pernyataan itu sama sekali tidak pantas,” ujar Fadli kepada wartawan, Rabu 15 April 2020.
Fadli menilai, korban meninggal akibat virus corona di Indonesia bukan hanya warga sipil, tetapi juga dokter. Ucapan Luhut dianggap tidak mencerminkan empati kepada para korban, termasuk dokter, paramedis, dan masyarakat umum yang telah wafat.
“Satu nyawa pun berharga dan tugas negara harus melindungi segenap rakyat dan bangsa Indonesia. Sebaiknya pernyataan itu dicabut dan LBP minta maaf,”pungkasnya
Luhut sebelumnya juga mengeluarkan berbagai pernnyataan kontrovesial. Ketika mencuat desakan larangan mudik, luhut muncul dengan pernyataan bahwa pemerintah mudik tidak dilarang, hanya pemerintah menganjurkan untuk tidak mudik.
Padahal sebelumnya, Presiden Jokowi sebelumnya tampak meyakinkan publik bahwa mudik dapat memperparah penyebaran corona virus.
Kedua, saat penerapan PSBB Jakarta, Luhut yang seementara waktu menggantikan tugas Menhub Biudi Karyaa, seolah tampil sebagai ‘pembela’ driver ojek online agar tetaap dapat mengangkut penumpang. Padahal pembelaan luhut itu bertolak belakang dengan peraturaan menteri kessehatan tentang pelaksanaan PSBB.
Penulis Arief Setiyanto