IslamToday ID –Kasus Covid-19 di Indonesia tampaknya belum menunjukan perkembangan yang menggembirakan. Alih-alih melandai, per 6 Juni 2020 ditemukan tambahan 993 kasus baru. Jumlah ini menggenapkan kasus positif covid-19 di Indonesia menjadi 30.514 kasus.
Meskipun lonjakan kasus sangat tinggi, pemerintah tetap memacu beragam aturan untuk mengakomodir kebijakan new normal life yang telah digaungkan. Sejumlah kementerian tampak ‘berlomba-lomba’ meramu aturan ‘new normal.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengeluarkan panduan untuk melaksanakan kebiasaan baru atau new normal di tempat bekerja. Panduan tersebut di klaim sesuai dengan Keputusan Mentkes Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi.
Kemudian, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian mengeluarkan Keputusan Mendagri Nomor 440-830 Tahun 2020 yang berisi tata cara bekerja bagi para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemendagri dan pemerintah daerah.
Sebelumnya Tito menuai kritik lantaran merinci aturan new normal di sejumlah sektor, seperti transportasi publik, pusat keramaian, penyelenggaraan acara yang menghadirkan massa, lingkungan pendidikan, hingga kegiatan di warung.
Dalam aturan sebelumnya, Tito menyebut bahwa ojek online dan konvensional harus tetap ditangguhkan guna mencegah penyebaran virus antara penumpang dengan pengemudi. Kebijakan tersebut sontak dikecam oleh asosiasi ojek online.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi juga tak mau ketinggalan. Ia meramu layanan transportasi baru, yakni transportasi yang lebih higienis, humanis, dan less contact.
Namun ada tantangandi sektor transportasi dalam bingkai new normal. Penerapan protokol kesehatan dan physical distancing jelas berimplikasi pada meningkatnya cost operasional transportasi, karena okupansi tidak 100 persen.
Berbedahalnya Dengan Mendikbud NAdiem Makariem. Mantan Bos Gojek ini ini belum mengeluarkan inovasi bagi dunia pendidikan dalam menghadapi new normal. Padahal telah terjadi gejolak di tengah tengah masyarakat. Banyak swasta terancam tutup, lantaran para orang tua siswa menunggak membayar SPP dengan alasan karena anak-anak belajar dari rumah. Implikasinya, pihak sekolah tidak memiliki pemasukan untuk membayar gaji guru.
Lambatnya keputusan Mendikbud, menyebabkan benyak sekolah mengambil langkah yang saling bertolak belakang. Beberapa daerah akhir-akhir ini sudah memutuskan masuk sekolah dengan menerapkan New Normal. Sementara daerah lain memutuskan memperpanjang Parak jauh sampai Desember, misalnya Jawa Barat.
“Ini terkesan jalan masing-masing. Daerah tak bisa seperti itu. Kemendikbud juga jangan diam saja, seolah lepas tangan. Memberikan ‘kebebasan’ kepada daerah dan sekolah,” ujar Satriwan Salim, Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia, Kamis (4/6/2020).
Tujuan Utama
Tujuan penerapan new normal, utamanya demi memulihkan kondisi ekonomi di tengah pandemi COVID-19. Oleh karena itu, penetapan daerah ‘new normal’ jumlahnya cukup banyak, yakni mencapai 102 kabupaten/kota sebgai mana yang di umumkan Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan COVID-19 bebrapa waktu lalu.
Menko perekonomian Airlanggar Hartarto tampaknya yang paling semangat untuk memulai ‘era baru’. Ia begitu yakin sektor industri industri lebih mudah dikendalikan dalam pelaksanana protocol kesehatan.
Ia juga yang turut serta menetapkan 102 daerah itu sebagai ‘kelinci percobaan’ kebijakan new normal dengan berbagai syarat. Seperti sistem kesehatan sebuah daerah harus memiliki kapasitas tempat tidur di sebaran rumah sakitnya maksimum 60% dari tempat tidur yang tersedia untuk penanganan pasien COVID-19.
Selain itu ada juga syarat surveillance, yakni kemampuan daerah tersebut untuk melakukan tes COVID-19 kepada masyarakatnya. Jika syarat-syarat itu terpenuhi, new normal tidak langsung diterapkan, tapi ada proses uji coba.
“Maka daerah-daerah tersebut layak untuk melakukan uji coba. Jadi selalu dengan uji coba dulu,” tegasnya.
Direktur eksekutif Center of public Policy Studies (CPPS) Bambang Istianto, mengingatkan, agar penerapan new normal life jangan dipaksakan dan hanya mengejar target memperbaiki kondisi ekonomi. Ia khawatir abainya pemerintah pada keseiapan justru akan membawa persolan baru. Terlebih konsep dan kesiapan new normal masih menimbulkan pro kontra.
“Dengan demikian pemerintah harus mempersiapkan secara mantap seluruh elemen dan variabel yang mendukung keberhasilan new normal,” ujarnya
Tumpang Tindih
Menurut Direktur Eksekutif INSTRAT Jalu Priambodo, masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan dalam situasi tak menentu seperti ini. Hal ini disebabkan pemerintah pusat tidak siap dalam menghadapi wabah ini. Sejak awal pemerintah tak menyediakan panduan yang jelas bagi daerah untuk bersikap saat COVID-19 datang menyerang. Tiap daerah menerapkan standar PSBB yang tidak sama, masing-masing berimprovisasi.
Menurut Jalu, seharusnya kebijakan diambil pemerintah pusat berdasarkan data, bukan pertimbangan politik semata. Sebab miskomunikasi tidak hanya antara pusat dan daerah, bahkan diinternal kabinet.
“Bahkan, antarkementrian sektoral bisa membuat aturan berbeda, misal kasus ojek online antara Menhub dan Menkes,” ungkap Jalu, Sabtu (30/5/2020)
“Akibatnya yang dirugikan adalah masyarakat,” sambungnya.
Terpisah, Anggota Komisi IX DPR Nabil Haroen menilai persiapan pemerintah menyambut new masih kacau. Menurutnya, banyak berkeliaran aturan yang semrawut dan tumpang tindih. Mislanya, ketentuan new normal untuk hotel dan restoran ditentukan berbagai kementerian, yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Bahkan, ada empat Dirjen di Kemenparekraf yang menyusun protokol berbeda-beda untuk hotel dan restoran.
“Berkeliaran aturan yang semrawut dan tumpang tindih,” kata Nabil, Sabtu (6/6).
Penulis: Arief Setiyanto