IslamToday ID – Rancangan Undang Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP) dinilai lebih berbahaya dari RUU BPIP. Selain itu RUU BPIP dinilai memiliki agenda politisasi di bidang riset dan inovasi.
Mulyanto, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS melihat adanya agenda politisiasi riset dan inovasi dalam RUU BPIP. Misalnya, tentang kewenangan Ketua Dewan Pengarah BPIP yang dapat menunjuk pejabat ex-officio Ketua Dewan Pengarah badan dan lembaga yang menyelenggarakan riset dan inovasi nasional.
Hal ini tertuang dalam pasal 10 ayat 1 RUU BPIP. ” Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud pada Pasal 9, ayat 2 dapat menunjuk ketua atau salah satu anggota untuk menjabat ex officio sebagai ketua dewan pengarah di kementerian/ badan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi dan inovasi.” Bunyi pasal tersebut
Politisi PKS ini menilai ketentuan tersebut sangat mengada ada. Sebab, secara kelembagaan tidak ada hubungan antara BPIP dengen BRIN (Badan Riset dan Inivasi Nasional). Menurutnya, ketentuan ini bisa mengganggu fokus kerja riset dan inovasi bangsa.,
“Secara kelembagaan terlalu memaksakan diri kalau Ketua Dewan Pengarah BPIP secara ex-officio harus menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN (Badan Riset dan Inivasi Nasional),” kata Mulyanto.
Doktor teknologi nuklir dari Tokyo Institute of Technology ini berpendapat, ketentuan dalam pasal 10 ayat 1 RUU BPIP sangat berbahaya. Sebab, ketentuan tersebut memberi jalan kepada seseorang untuk mengatur berbagai hal yang di luar kewenangannya. Dengan ketentuan itu, badan dan lembaga riset dan inovasi dengan mudah dipolitisasi, sehingga sangat mungkin arah kebijakan riset dan inovasi menjadi politis.
Di sisi lain, pasal 10 ayat 1 RUU BPIP memberi petunjuk, pemerintah tidak serius mengembangkan inovasi nasional, baik dari aspek pendanaan maupun kelembagaannya. Sebab, hingga saat ini Prepress kelembagaan tentang BRIN belum terbit. Sebaliknya, Presiden justru menggelar karpet merah bagi Ketua Dewan Pengarah BPIP untuk menjadi Ketua Dewan Pengarah BRIN.
“Para peneliti IPTEK banyak yang bertanya, apakah karena terkait soal ini Perpres kelembagaan BRIN, sejak kabinet Jokowi Jilid II terbentuk, sampai hari ini belum terbit,” imbuh Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini.
Mulyanto mebambahkan, hal ini bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan pemerintah kepada rakyat. Pemerintah selalu mengatakan akan mengembangkan riset inovasi sebagai sumber daya saing bagi ekonomi nasional. Maka seharusnya, BRIN segera dibentuk dan diperkuat dengen ketentuan perundang undangan, agar pembangunan riset dan inovasi nasional cepat berkembang.
“bukan malah menelantarkannya,” pungkas Mulyanto
Sementara itu, Direktur HRS Center, Abdul Chair Ramadhan berpendapat, bahwa RUU BPIP lebih berbahaya dari RUU HIP. Menurutnya, RUU ini merupakan proses panjang untuk mewujudkan, Peta Jalan Ideologi Pancasila 1 Juni 1945. Proses sejak tahun 2016 silam dengan ditandai terbitnya Keppres No.24/2016 tentang Hari Lahir Pancasila.
Kemudian dibuatlah Perppu No.2/2017 tentang Ormas. Perppu itu kemudian disahkan menjadi UU No.16/2017. Undang undang ini telah menjadi alat gebuk penguasa. Hizbut Tahrir Indonesia telah menjadi korbannya. Setelah itu dibentuk Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Perpres Nomor 7 Tahun 2018.
Menurut Abdul, proses panjang ini memiliki satu agenda, yakni, mengesampingkan rangkaian fakta sejarah tentang keberadaan Piagam Jakarta 22 Juni 1945 dan Dekrit Presiden 1959 yang secara tegas menyatakan “Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 dan merupakan satu rangkaian kesatuan dengan konstitusi. Selain itu juga menghadang’ perjuangan penerapan Syariat Islam dalam sistem hukum nasional secara legal konstitusional.
“RUU BPIP telah memberikan kekuasaan kepada BPIP untuk merumuskan sendiri atas pelembagaan nilai-nilai Pancasila baik dalam pembentukan, pelaksanaan dan penegakan hukum,” ungkapnya
Penulis: Arief Setiyanto