IslamToday ID –Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud ditinggalkan para peserta. Tiga organisasi yang memiliki peran besar dalam pendidikan di Indonesia mundur sebagai peserta. Yakni, Muhammadiyah, LP Ma’arif NU dan PGRI.
Muhammadiyah menyatakan diri keluar dari keikutsertaan POP Kemendikbud pada 21 Juli 2020. Sikap Muhammadiyah ini pun dikuti oleh Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU pada tanggal 22 Juli 2020.
Muhammadiyah secara terang-terangan mengungkapkan keberatannya dengan dimasukannya dua CSR, Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation. Hal ini tertuang dalam surat dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Muhammadiyah yang ditujukan kepada Kemendikbud.
“Tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud RI.” Tuls Majelis Dikdasmen Muhammadiyah dalam suratnya
Dalam surat tersebut selain meminta peninjauan kembali terhadap isi surat Dirjen GTK dengan Nomor 2314/B.B2/GT/2020. Mereka juga mengungkapkan keberatan lain yang menjadi alasan Dikdasmen memilih mundur dari POP Kemendikbud. Yakni ketidak jelasan kriteria yang ditentukan oleh Kemendikbud. Dikdasmen Muhammadiyah mengangap kriteria pemerintah untuk menentukan lolos tidaknya proposal sangat tidak transparan.
“Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas; tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.” Tertulis dalam surat tersebut
Sementara dari pihak LP Ma’arif NU mengungkap bahwa proses rekruitmen sejak awal sudah ditemukan banyak kejanggalan. Sebab LP Ma’arif NU diminta membuat proposal dalam waktu yang singkat. Bahkan yang membuat pihak LP Ma’arif NU mulai menaruh curiga sejak dirinya dinyatakan tidak lolos verifikasi proposal pada 5 Maret namun masih diminta mengumpulkan berkas. Puncak kejanggalan ketika mereka dimint ikut rapat koordinasi sementara surat dariKemendikbud belum juga mereka terima.
“Tadi pagi kami dihubungi untuk ikut rakor, saya tanya rakor apa dijawab rakor POP, saya jawab belum dapat SK penetapan penerima POP dan undangan, dari sumber lain kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP, ungkap Ketua LP Ma’arif NU Arifin Junaidi (22/7/2020).
CSR Kok Dapat Hibah
Proghram Organisasi Penggerak (POP)** Kemendikbud digelontor anggaran sebesar Rp567 miliar. Program iniKemendikbud bertujuan memberikan pelatihan dan pendampingan bagi para guru penggerak untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan peserta didik.
Kemendikbud mengelompokkan calon penerima dana hibah dalam tiga kategori Kategori gajah menerima dana hibah hingga Rp 20 miliar per tahun, sedangkan kategori macan memperoleh Rp 5 miliar per tahun dan yang paling kecil kategori kijang hanya menerima Rp 1 miliar per tahun.
Dari 4.464 ormas mengajukan proposal sebagai peserta,namun hanya 156 ormas yang dinyatakan lolos verifikasi, termasuk dua yayasan milik Tanoto Sukanto dan Putera Sampoerna. Pengumuman lolosnya 156 lembaga, ormas dalam program Kemendikbud tersebut diumumkan pada 17 Juli 2020. Nama-nama yang diumumkan lolos terlampir dalam surat Dirjen GTK dengan Nomor 2314/B.B2/GT/2020.
Keikut sertaan Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dalam Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menimbulkan polemik. Terlebih CSR milik konglomerat Sukanto Tanoto dan Putera Sampoernatersebut ditetapkan masuk dalam kategori penerima dana hibah Rp 20 miliar per tahun, untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru penggerak di lebih 100 sekolah
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mempertanyakan apa yang membuat dua corporate social responsibility (CSR) milik dua konglomerat tersebut berhak menerima dana hibah dari negara. Menurut Huda, hal ini sangat ironis, CSR seharusnya memberikan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat, bukan menerima hibah.
“Lah ini mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri,” kata Syaiful (21/7/2020).
Mundurnya dua ormas, Muhammadiyah dan NU pun mendapat diikuti mundur seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI mengumumkan kemundurannya dari keikutsertaan POP Kemendikbud pada Jum’at (24/7). Selain mundur dari POP PGRI juga meminta Kemendikbud untuk tidak meneruskan program itu di tengah situasi pandemi Corona saat ini.
“Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2020 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud,” tutur Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi (24/7/2020).
Selain PGRI organisasi guru yang lain juga mendukung apa yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim, menurutnya mundurnya dua ormas keagamaan terbesar di Indonesia bahkan telah menjadi tanda hilangnya legitimasi moral atas POP Kemendikbud.
“Mundurnya NU dan Muhammadiyah dari POP memberikan pesan kepada kita bahwa ada yang janggal dalam proses seleksi POP,” ungkap Satiawan (23/7/2020).
Satriawan menyebut jika mundurnya dua ormas tersebut menunjukan bahwa mereka memiliki marwah yang harus mereka jaga. Sebab keputusan mereka untuk mundur bukan perkara yang biasa dan tanpa alasan yang mendasar. Disisi lain kiprah mereka telah terbukti dan telah teruji oleh waktu.
“Walaupun saya yakin sekali, tanpa POP dan Kemdikbud pun, NU dan Muhammadiyah tetap terdepan dalam bergerak di nusantara ini, mencerdaskan kehidupan bangsa,” jelasnya.
Mengbaikan Kiprah Ormas Islam
Sementara itu Pengamat Pendidikan Islam Didin Hafidhuddin,menilai mundurnya Muhamamdiyaah dan NU dari program Kemendikbud menunjukan bahwa kita umat Islam memiliki harga diri (izzah).Ia berpandangan bahwa sangat sulit dipahami alasan yang menyebabkan dua perusahaan besar milik Putera Sampoerna dan Tanoto Sukanto ikut menikmati dana hibah negara. Sebab baik Muhammadiyah maupun NU memiliki jasa yang besar bagi pendidikan di Indonesia.
“Apa jasa mereka terhadap pendidikan sampai diistimewakan? Pak Mendikbud seharusnya sudah mempelajari sejarah pendidikan di Indonesia,” tutur Kyai Didin (23/7/2020).
Begitu pula Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid ia pun mendukung keputusan dua ormas tersebut untuk hengkang dari POP Kemendikbud. Menurutnya pemerintah dinilai telah abai terhadap kiprah besar dua ormas besar tersebut dalam bidang pendidikan di Indonesia.
“Pengabaian akan peran besar mensejarah Muhammadiyah dan NU sebagai organisasi penggerak program pendidikan adalah suatu ketidakbijakan yang pantas dikritisi dan ditolak,” pungkasnya (23/7/2020) melalui akun twitternya.
Penulis: Kukuh Subekti