IslamToday ID –Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) dinilai lamban memproses laporan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK, Firli Bahuri. Kinerja Dewas KPK hingga pertengahan tahun 2020 juga dinilai belum efektif.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhan menuturkan, ada sederet pelanggara etik yang dilakukan Firli Bahuri telah disampaikan kepada Dewas KPK. Diantaranya pelanggran gaya hiudp berupa penggunaan fasilitas helicopter mewah. Selain itu Firli juga pernah dilaporkan atas pengembalian paksa penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti.
Menurut Kurnia, dalam kasus pelanggaran etik gaya hidup mewah, Dewas KPK seharusnya dapat bertindak cepat. Pasalnya, pelanggaran tersebut tampak jelas. Firli menggunakan fasilitas helicopter mewah untuk kepentingan pribadi. Penggunaan helicopter mewah tersebut juga berpotensi melanggar hukum, sebagasi bentuk gratifikasi.
“Namun Dewas sampai saat ini tidak kunjung menjatuhkan putusan terkait dugaan pelanggaran tersebut,” kata Kurnia dalam keterangan tertulis, Kamis (6/8).
Lambatnya respon Dewas KPK juga terlihat dalam kasus pengembalian paksa penyidik Rossa Purbo Bekti. Ia dikembalikan ke Mabes Polri berdasarkan keputusan pimpinan KPK. Pemulangan Rossa ke instansi asalnya sarat kejanggalan. Sebab masa dinas Rossa sebagai penyidik KPK belum berakhir. Keputusan yang dikeluarkan pimpinan KPK juga tanpa persetujuan Kapolri Idham Azis. Rossa juga tidak pernah melanggar kode etik saat bekerja sejai penyidik KPK.
Di sisi lain, pemulangan Rossa dinilai tidak lepas dari kasus Harun Masiku. Rossa merupakan anggota tim dalam operasi tangkap tangan (OTT) kasus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 yang menjerat eks caleg PDIP Harun Masiku.
“harusnya kejadian ini dapat dijadikan pemantik bagi Dewas untuk memproses dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Ketua KPK,” pungkasnya.
Klarifikasi
Dewas KPK menyatakan telah mengambil keterangan dari sejumlah pihak serta meminta klarifikasi Firli. Semua keterangan dan klarifikasi itu akan dikumpulkan untuk kemudian dilakukan pemeriksaan pendahuluan.
“termasuk yang ada di luar seperti penyedia jasa heli. Dan saat ini sudah dikumpulkan,” kata Tumpak dalam konferensi pers virtual, Selasa (4/8/2020).
Dewas KPK berdalih, tidak semua laporan yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik bisa segera disidangkan. Sebab, ada sejumlah tahapan untuk sampai ke proses sidang etik Dewas.
Anggota Dewas KPK, Harjono menjelaskan, setelah aduan diterima tim satuan kerja, Dewas KPK akan melakukan proses klarifikasi. Selanjutnya, hasil klarifikasi dinilai apakah memenuhi persyaratan untuk dilakukan pemeriksaan berikutnya atau tidak.
“Jangan ada satu kesan dalam satu pengaduan pasti akan dibuka sidang kode etiknya, karena itu akan mengalami tahap proses,” ujar Harjono
Pelanggran Firli
Sebelum menjabat sebagai Ketua KPK, Firli memiliki banyak catatan merah. Saat menjabat sebagai depiti penindakan ia banyak melakukan pelangran etik berat.
Pertama, pada 12 Mei 2018 ia bertemu dengan Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang. Padahal saat itu KPK sedang melakukan penyelidikan keterilibatannya atas dugaan korupsi terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT Newmont pada 2009-2016.
Kedua, Firli bertemu pejabat BPK Bahrullah Akbar di Gedung KPK. Bahrullah yang akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Yaya Purnomo perihal kasus suap dana perimbangan dijemput langusung oleh Firli di Lobi Gedung KPK. Firli membawa Barullah melalui lift khusus dan langsung masuk ke ruangannya.
Ketiga, pada 1 November 2018,Firli bertemu dengan pimpinan partai politik di sebuah Hotel di Jakarta, Firli tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara dan tidak pernah melaporkan ke pimpinan. (AS)