IslamToday ID — Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 18 perkara korupsi besar yang mangkrak pasca pasca disahkannya UU KPK yang baru. Kasus-kasus tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan para elit kekuasaan.
“ICW mendata 18 perkara mangkrak. Mangkrak itu dalam artian kita tidak menemukan ada pemberitaan update tentang penanganan perkara ini di KPK. Jadi ini 18 perkara besar yang tidak ada kejelasan di KPK,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam podcast Asumsi Bersuara (22/9/2020).
Kurnia mencontohkan sejumlah kasus mega korupsi yang mangkrak. Pertama, kasus korupsi E-KTP. Kasus tersebut merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Kasus itu diduga melibatkan puluhan para politisi. Namun tidak satupun dari politisi tersebut yang diundang baik sebagai saksi maupun dinaikan sebagai tersangka.
Kasus berikutnya adalah kasus Bank Century yang merugikan negara hingga Rp 8 triliun lebih. Pada kasus ini baru ada satu orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Budi Mulya. Kasus lainnya ialah skandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara hingga Rp 4,5T. Dalam kasus ini belum ada satu pihak pun yang dimasukan dijebloskan kepenjara. Syafruddin Arsyad Tumenggung pun akhirnya dinyatakan bebas di tingkat kasasi.
“Itu putusan cukup aneh dan janggal ya. Selain itu ada dua tersangka yang saat ini masih menjadi buron yaitu Samsul Nur Salim dan Istrinya Icih Nur Salim,” tutur Kurnia.
Lebih lanjut ia mengungkapkan jika kasus ini akan kadaluarsa pada tahun 2022 mendatang. Hal ini berdasarkan ketentuan pasal 78 KUHP tentang kadaluarsa yang mengatur masa kadaluarsa hingga 18 tahun. Jika tidak ada perkembangan pengusutan kasus ini akan secara otomatis dihentikan demi hukum.
Kinerja KPK Buruk
Kurnia juga mengatakan pasca revisi UU KPK, Kinerja lembaga anti korupsi itu sangat buruk. Pertama, hal itu tampak dari edikitnya operasi tangkap tangan (OTT). Kata Kurnia, jumlah OTT bahkan merosot tajam dibandingkan tahun tahun sebelumnya.
“Kalau kita bandingkan misalnya dengan tahun 2019 skala Januari sampai Juni (enam bulan). Kalau kita lihat tahun 2018 KPK meng-OTT pejabat publik 13 orang, tahun 2019, tujuh kali melakukan OTT, tahun 2020 hanya dua itu pun satu bermasalah,” kata Kurnia.
ICW juga menilai Kinerja Dewan Pengawas KPK sangat buruk. Dalam kurun waktu kerjanya selama tujuh hingga delapan bulan ini tidak ada kasus yang berhasil diusut. Satu-satunya kasus tengah diusut adalah masalah pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli soal helikopter mewah.
Padahal selain kasus helicopter mewah yang ditunggangi Firli, ada kasus lain yang semestinya juga diusut oleh Dewas KPK. Misalnya, penyegelan kantor DPP PDIP yang pada hingga kini belum ada tindakan penggeledahan, sebab harus menunggu izin Dewas KPK. Sementara pihak Dewas mengaku telah memberikan izin. Pengakuan tersebut bertolak belakang dengan pernyataan dari pihak penyidik KPK.
ICW juga menilai kinerja Dewas KPK dalam hal pemberian sanksi etik juga dinilai jauh dari kinerja Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat dalam KPK yang lama. Deputi Pengawas saat itu telah mampu memberikan sanksi kepada tiga pejabat structural di KPK seperti Abraham Samad, Saut Situmorang dan Firli Bahuri.
Oleh karena itu ICW mengusulkan agar Dewas KPK dibubarkan, sebab kinerja Dewas dinilai tidak berdampak signifikan terhadap kinerja KPK.
“Lebih baik lembaga ini (Dewas) dibubarkan saja. Tidak ada kinerja yang kita lihat cukup maksimal ya. Terutama terkait penegakan kode etik yang ada di KPK,” pungkasnya.
Penulis: Kukuh Subekti