IslamToday ID — Kepala Staf Presiden Moeldoko turut menanggapi banyaknya penolakan oleh berbagai elemen masyarakat atas disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Moeldoko menyatakan secara umum UU Cipta Kerja bertujuan untuk memberikan wajah baru bagi Indonesia.
Menurut penjelasan Moeldoko, wajah baru Indonesia tersebut, dinilai mampu memberikan kebahagiaan kepada masyarakat.
Untuk diketahui, Indeks Kebahagiaan Dunia (World Happiness Report/ WHR) pada 2019 menempatkan Indonesia di posisi 92 dari 156 negara dunia. Di Asia Tenggara, peringkat kebahagiaan Indonesia berada di bawah Singapura, Thailand, Filipina, bahkan Malaysia.
“Wajah Baru Indonesia adalah wajah rakyat. Wajah bahagia dimana kita punya harga diri, punya martabat. Rakyat yang mempunyai daya saing, punya peluang dan karir, serta punya masa depan. Mau diajak bahagia saja kok susah amat!,” tegasnya dalam siaran persnya, Sabtu (17/10).
Moeldoko memaparakan wajah baru tersebut adalah reformasi pada sejumlah aspek melalui UU Cipta Kerja. Meliputi, penciptaan lapangan kerja baru seluas-luasnya bagi masyarakat.
Ia menyatakan lewat UU Cipta Kerja pemerintah mengupayakan jaminan lebih baik tentang pekerjaan, jaminan pendapatan lebih baik, dan jaminan lebih baik bidang sosial.
“Coba bayangkan, sampai saat ini ada 33 juta orang yang mendaftar menjadi peserta Kartu Pra Kerja. Betapa besar kebutuhan lapangan kerja saat ini. Melalui UU Cipta Kerja ini, membuka kesempatan yang luar biasa bagi pengusaha kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi,” paparnya.
Selain itu, Moeldoko mengatakan UU Cipta Kerja ini menyederhanakan sejumlah regulasi dan mereformasi birokrasi. Upaya ini menjawab keluhan di masyarakat mengenai pelayanan birokrasi yang lamban, berbelit, menyebalkan, belum lagi banyak regulasi yang tumpang-tindih.
“Jika di satu sisi pemerintah mengambil langkah cepat dengan UU Cipta Kerja untuk memotong dan menyempurnakan berbagai keluhan tadi. Tapi di sisi yang lain masyarakat menolak. Ini kan kondisi yang paradoks,” ucapnya.
Kemudian, ia mengatakan efisiensi birokrasi itu juga dinilai mampu memangkas tingginya biaya ekonomi di Indonesia. Misalnya, dari sisi logistik, biaya logistik Indonesia masih paling mahal di Asia.
Angkanya mencapai 24 persen dari produk domestik bruto (PDB) yang dinilai membuat Indonesia kalah bersaing dibandingkan negara Asia lainnya. Ini macam Vietnam dengan biaya logistik 20 persen, Thailand 15 persen, Malaysia 13 persen, Jepang dan Singapura biaya logistiknya hanya 8 persen.
“Efisiensi dalam regulasi ini memangkas ekonomi biaya tinggi. Maka itulah banyak perizinan panjang yang dipotong sehingga menutup peluang korupsi. Akibatnya, UU Cipta Kerja ini membuat banyak yang ‘kursinya panas’ karena kehilangan kesempatan,” tandasnya.
Dengan semua upaya itu, Moeldoko menekankan jika UU Cipta Kerja ini merupakan sarana mengangkat martabat bangsa dalam kompetisi global.
Menurut Moeldoko, sesungguhnya Presiden sedang mengambil sikap terhadap perubahan.
Ia menegaskan saat ini diperlukan seorang pemimpin yang mampu menyiasati tantangan dengan pendekatan antisipasi dan pendekatan inovasi.
“UU Cipta Kerja ini merupakan salah satu pendekatan inovasi sosial yang mendesak perlu dilakukan Presiden,” tandasnya, dilansir dari Antara.
Moeldoko menekankan bonus demografi Indonesia ke depan luar biasa, sementara 80 persen angkatan kerja tingkat pendidikannya masih rendah. Menurutnya, setiap tahun, ada penambahan 2,9 juta angkatan kerja baru, dan pandemi ikut memperumit hingga menimbulkan banyak PHK dan juga pekerja yang dirumahkan.
Moeldoko menjelaskan bahwa pemerintah memikirkan bagaimana masyarakat yang terkena PHK harus mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyederhanakan dan melakukan sinkronisasi berbagai regulasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja.[IZ]