ISLAMTODAY ID — Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonnesia (PGI), Gomar Gultom turut menanggapi berkaitan dengan wacana Rancangan Undang-Undang larangan minuman beralkohol.
Menurut Gomar Gultom, pendekatan undang-undang ini sangat infantil alias segala sesuatu dilarang.
Padahal, menurutnya, negara lain seperti Uni Emirat Arab mulai membebaskan minuman beralkohol untuk dikonsumsi dan beredar luas di masyarakat.
Sebaliknya, Indonesia malah melarang hal yang mulai dibebaskan oleh negara lain alias mundur beberapa langkah ke belakang.
“Saya melihat pendekatan dalam RUU LMB (RUU Minol) ini sangat infantil, apa-apa dan sedikit-sedikit dilarang. Kapan kita mau dewasa dan bertanggung-jawab?” kata Gomar Gultom melalui pesan singkatnya, Jumat (13/11), dilansir dari CNN Indonesia.
Daripada larangan, Ketum PGI ini mengatakan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah pengendalian, pengaturan, dan pengawasan yang ketat, dan mesti diikuti oleh penegakan hukum yang konsisten.
Menurutnya, aturan-aturan berkaitan dengan minuman beralkohol sendiri telah diatur dalam KUHP (pasal 300 dan 492) dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 25/2019.
“Yang dibutuhkan adalah konsistensi dan ketegasan aparat dalam pelaksanaannya,” pungkasnya.
Menurut Gultom, tak semua hal mesti diselesaikan dengan Undang-undang. Apalagi ragam tradisi berkaitan dengan minuman alkohol yang telah lama ada di diri masyarakat juga tak bisa dipukul rata dengan satu kebijakan atau perundang-undangan.
Ia menekankan bahwa hal yang jauh lebih penting, adalah pembinaan serius oleh seluruh komponen masyarakat agar warga makin dewasa dan bertanggung-jawab.
“Pendekatan prohibitionis atau larangan buta seperti RUU ini, menurut saya tak menyelesaikan masalah penyalahgunaan minuman beralkohol,” ujarnya.
“Janganlah sedikit-sedikit kita selalu hendak berlindung di bawah undang-undang dan otoritas negara, dan dengan itu jadi abai terhadap tugas pembinaan umat,” tukasnya.
Menurut Gultom, daripada RUU Minol, ,asih ada RUU lain yang lebih mendesak untuk dibahas DPR karena lama diabaikan. Seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
“Begitu banyak desakan dari masyarakat yang meminta agar DPR memprioritaskan pembahasan RUU PKS dan RUU PPRT, malah diabaikan. Padahal RUU ini sangat mendesak karena menyangkut masalah-masalah struktural yang sulit diselesaikan tanpa kehadiran sebuah regulasi yang berwibawa,” tandasnya.
Sebelumnya, 21 Anggota DPR dari Fraksi PPP, PKS, dan Partai Gerindra mengusulkan RUU Minol. Sejumlah sanksi disiapkan bagi penjual dan konsumen miras.[IZ]