(IslamToday ID) – MUI mengajak kekuatan civil society, ormas, dan pembela hak asasi manusia (HAM) mengingatkan rezim baru di Myanmar agar tidak lagi melakukan kejahatan kemanusiaan atau tindakan kekerasan terhadap minoritas muslim Rohingya dan pihak yang berbeda pendapat.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim melihat negara-negara ASEAN tidak banyak berkomentar tentang kekerasan yang menimpa minoritas di Myanmar. Mungkin ada faktor-faktor lain yang jadi pertimbangan mereka.
“Baiknya memang kekuatan civil society, para ulama misalnya atau ormas-ormas atau gerakan-gerakan pembela hak asasi manusia mengingatkan dan menjaga jangan sampai pemerintah Myanmar yang baru ini melakukan tindakan kekerasan,” kata Sudarnoto seperti dikutip dari Republika, Rabu (3/2/2021).
Menurutnya, sebaiknya kekuatan-kekuatan civil society dari berbagai negara termasuk negara-negara ASEAN untuk memperingatkan rezim yang berkuasa di Myanmar. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga perlu memperhatikan kasus kekerasan terhadap minoritas muslim yang terjadi di Myanmar.
Ia mengatakan, saat ini masih memperhatikan apa yang terjadi di Myanmar. Tapi tetap perlu waspada dan memberi peringatan-peringatan terhadap pemerintahan Myanmar agar tidak terjadi lagi kejahatan kemanusiaan.
“Mudah-mudahan tidak terjadi lagi (kejahatan kemanusiaan), seandainya terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah (Myanmar) saya kira negara-negara manapun bukan saja negara muslim harus mencegahnya,” ujarnya.
Sudarnoto mengatakan, PBB pernah mencegah kejahatan kemanusiaan di Myanmar. Peran-peran organisasi dunia termasuk OKI perlu mencegah kejahatan kemanusiaan bila terjadi lagi di Myanmar.
Ia menyarankan sekarang kelompok-kelompok civil society perlu mewaspadai dan mengingatkan Myanmar. Karena mereka tetap perlu diberi saran agar hak-hak hidup kelompok minoritas diberi penghormatan. Sambil mereka menyelesaikan urusan politiknya dengan baik. “Saya berharap dalam beberapa hari ini ada kepastian tentang nasib muslim Rohingya,” ujar Sudarnoto.
Sebelumnya, diberitakan militer Myanmar atau sering disebut Tatmadaw mengumumkan pengembalian pemerintahan militer dari pemerintahan Aung San Suu Kyi dan secara resmi mengakhiri transisi demokrasi di Myanmar. Militer mencopot 24 menteri dan deputi.
Melansir laman Channel News Asia pada hari Selasa (2/2/2021), militer juga menunjuk 11 pengganti dalam pemerintahan barunya setelah merebut kekuasaan dalam kudeta pada hari Senin (1/2/2021). Pengumuman tersebut disiarkan melalui TV milik militer Myanmar, Myawaddy TV. [wip]