(IslamToday ID) – Gerakan Antiradikalisme Institut Teknologi Bandung (GAR-ITB) menegaskan tidak akan mencabut laporan dugaan pelanggaran etik Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang dilakukan Din Syamsuddin.
Hal itu ditegaskan oleh anggota GAR-ITB, Nelson Napitupulu merespons banyaknya desakan dari pelbagai elemen masyarakat yang meminta agar GAR-ITB mencabut laporan atas Din Syamsuddin tersebut.
“Saya kira tidak (mencabut). Laporannya sudah masuk, sudah dilaporkan, mereka menerima,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (15/2/2021).
Nelson mengatakan pihaknya sudah melaporkan Din ke KASN sejak bulan Oktober 2020 lalu. Menurutnya, laporan tersebut ditujukan kepada KASN karena Din masih berstatus sebagai ASN.
Din saat ini masih berstatus sebagai dosen FISIP di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, ia juga menjadi anggota Majelis Wali Amanat (MWA) ITB periode 2019-2024.
Menurut Nelson, pihak KASN yang berhak untuk menilai laporan tersebut apakah laik untuk ditindaklanjuti atau tidak.
“Ya ini bola ada di KASN. Silakan kemudian KASN yang menilai laporan kita. Sama seperti saya lapor ke polisi, biar polisi yang menilai laporan saya, apakah menindaklanjuti atau tidak menindaklanjutinya,” ujarnya.
Berdasarkan dokumen laporan GAR-ITB ke KASN, GAR-ITB menduga Din telah melanggar beberapa aturan UU ASN dalam beberapa tindakannya.
Kelompok yang mengaku tergabung dari lintas jurusan dan angkatan di ITB ini menilai Din selaku abdi negara telah banyak melontarkan kritik terhadap pemerintah.
Dalam surat nomor 10/Srt/GAR-ITB/I/2021 kepada Ketua KASN dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN), setidaknya ada enam bukti yang dinilai oleh kelompok ini menguatkan aduan tersebut.
Pertama, Din dinilai telah bersikap konfrontatif terhadap lembaga negara. Dalam hal ini, GAR-ITB menyoroti ucapan Din soal ketidakadilan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memproses sengketa Pilpres 2019 silam.
“Perilaku terlapor ini secara nyata menunjukkan sikap konfrontatifnya terhadap lembaga-lembaga negara (MK dan KPU), atau setidaknya sikap ketidaktaatannya terhadap keputusan legal formal dari lembaga-lembaga negara tersebut,” tulis GAR-ITB. [wip]