(IslamToday ID) – Mayoritas fraksi di DPR RI menyatakan mendukung niat Presiden Jokowi terkait revisi UU ITE. Namun, dua partai besar malah memberikan sinyal belum mendukung revisi dilakukan pada saat ini.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, TB Hasanuddin mengakui memang ada dua pasal krusial dan menjadi perdebatan. Yaitu Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2). Namun ia menilai tidak ada pasal karet dalam UU ITE seperti anggapan berbagai pihak selama ini.
“Kedua pasal ini pernah dua kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk judicial review dan hasilnya tak ada masalah,” kata Hasanuddin seperti dikutip dari Tempo, Jumat (19/2/2021).
Ia berpendapat yang diperlukan adalah pemahaman penegak hukum terhadap dua pasal itu. Ia mengatakan, Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik bersifat delik aduan, sehingga pelapor seharusnya orang yang merasa dirugikan langsung, dan bukan orang lain.
Hasanuddin juga menyebut pasal tersebut sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Adapun Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian berdasarkan SARA. Dalam penerapannya, kata Hasanuddin, tetap harus dibedakan antara kritik terhadap siapa pun dan ujaran kebencian serta penghinaan. “Kalau dicampuradukkan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi,” katanya.
Hasanuddin mempersilakan jika UU ITE harus direvisi, misalnya dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasalnya. “Kami di DPR terbuka, bila memang harus direvisi mari bersama kita revisi demi rasa keadilan dan demi tetap utuhnya NKRI,” ujarnya.
Anggota Komisi I dari Partai Golkar, Christina Ariyani mengatakan Presiden Jokowi sebenarnya meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuat pedoman interpretasi resmi terkait pasal-pasal UU ITE yang berpotensi multitafsir.
“Apabila dalam level peraturan tersebut (Peraturan Kapolri atau Surat Edaran Kapolri) problem multitafsir maupun saling lapor sudah bisa dieliminir maka revisi UU ITE belum diperlukan,” kata Christina.
Ia berujar revisi undang-undang bisa dilakukan jika ternyata peraturan Kapolri tersebut tak cukup untuk mengatasi problem multitafsir dan saling lapor bersenjatakan UU ITE. “Namun jika ternyata implementasi di lapangan masih tidak sesuai dengan harapan, maka revisi UU ITE menjadi satu-satunya jalan keluar,” kata Christina.
Anggota Komisi I DPR dari NasDem, Willy Aditya mengatakan revisi dapat membuat dunia digital Indonesia semakin sehat. Menurutnya, revisi UU ITE perlu difokuskan pada pasal-pasal karet dan tumpang tindih yang menimbulkan over kriminalisasi.
Politikus NasDem Taufik Basari yang juga anggota Komisi Hukum DPR juga menyatakan setuju UU ITE direvisi. “Sebaiknya pasal yang potensial menjadi pasal karet dihapus atau dicabut saja,” katanya.
Fraksi PKB mendukung perubahan UU No 11 Tahun 2008 itu. Menurutnya, pelaksanaan UU ITE melenceng dari tujuan awal utnuk mencegah kejahatan transaksi elektronik. “Pasal karet yang ada di UU ITE sejatinya juga hasil revisi, namun masih parsial, multitafsir, dan mudah melenceng dari tujuan UU ITE.”
Fraksi Partai Demokrat mendukung revisi UU ITE. Wakil Sekretaris Fraksi Demokrat, Irwan mengatakan revisi UU ITE sebenarnya telah masuk dalam longlist Prolegnas 2020-2024.
“Kalau memang dianggap prioritas oleh Presiden Jokowi kemungkinan masing-masing fraksi di DPR RI akan mempertimbangkan untuk sepakat membahas dan memasukkannya dalam Prolegnas prioritas 2021,” kata Irwan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta mengatakan partainya mengusulkan revisi UU ITE beberapa tahun terakhir, tetapi kandas karena kurang dukungan parlemen. Maka, katanya, PKS menyambut baik dan sangat setuju jika pemerintah hendak mengajukan perubahan. “Jangan sampai revisi UU ITE ini nantinya hanya move politik kosong belaka,” kata Sukamta.
Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menyatakan mendukung revisi UU ITE. Namun menurutnya, inisiatif revisi itu sebaiknya datang dari pemerintah. “Biasanya kalau pemerintah yang mengusulkan birokrasi pelaksanaannya lebih mudah, tidak berbelit,” kata Saleh.
Anggota Komisi I DPR dari PPP, Syaifullah Tamliha juga setuju dengan rencana revisi UU ITE. Ia mengatakan hal ini sekaligus menjawab pertanyaan dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla ihwal bagaimana cara mengkritik tanpa dipanggil polisi. [wip]