(IslamToday ID) – KPK menanggapi rencana gugatan SP3 kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Dalam hal ini KPK menghargai upaya gugatan praperadilan itu.
Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan langkah yang telah diambil KPK sudah melalui berbagai upaya dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
“Kami memastikan penghentian perkara tersebut telah sesuai aturan hukum yang berlaku karena putusan akhir pada tingkat MA (Mahkamah Agung) dalam perkara SAT (Syafrudin Arsyad Temenggung) menyatakan ada perbuatan sebagaimana dakwaan, tapi bukan tindak pidana,” kata Ali seperti dikutip dari Kompas, Ahad (4/4/2021).
“KPK telah berupaya maksimal sampai kemudian saat itu juga diajukan upaya hukum luar biasa PK (peninjauan kembali) dan ditolak oleh MA,” tambahnya.
Ali menyatakan, pengajuan PK yang dilakukan KPK tersebut adalah pertama kali dalam sejarah KPK sebagai bentuk keseriusan lembaga anti rasuah itu dalam menyelesaikan perkara tersebut. Namun, syarat unsur adanya perbuatan penyelenggara negara tidak terpenuhi berdasarkan putusan akhir MA.
“Sedangkan SN (Sjamsul Nursalim) dan ISN (Itjih Sjamsul Nursalim) sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dalam satu rangkaian peristiwa dan perbuatan yang sama dengan SAT (Syafrudin Arsyad Temenggung) selaku penyelenggara negara, maka demi kepastian hukum KPK menghentikan penyidikan perkara dimaksud,” ucap Ali.
Sebelumnya, Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya akan mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK untuk membatalkan SP3 perkara dugaan korupsi BLBI tersebut.
“MAKI berencana segera mengajukan gugatan praperadilan untuk membatalkan SP3 tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” kata Boyamin, Jumat (2/4/2021)
“Gugatan ini akan diajukan maksimal akhir bulan April 2021,” tambahnya.
Alasan MAKI melakukan gugatan praperadilan tersebut, kata Boyamin, yakni KPK dinilai mendalilkan SP3 dengan alasan bebasnya Syafrudin Arsyad Temenggung.
Hal ini, menurutnya, sungguh sangat tidak benar karena dalam surat dakwaan atas Syafrudin Arsyad Temenggung dengan jelas didakwa bersama-sama dengan Dorojatun Koentjoro-Jakti. “Sehingga meskipun SAT (Syafrudin Arsyad Temenggung) telah bebas namun masih terdapat penyelenggara negara yaitu Dorojatun Koentjoro-Jakti,” kata Boyamin.
“Sangat memprihatinkan KPK telah lupa ingatan atas surat dakwaan yang telah dibuat dan diajukan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada tahun 2018,” tambahnya.
Kedua, menurut Boyamin, putusan bebas Syafrudin Arsyad Temenggung tidak bisa dijadikan dasar SP3 karena Indonesia menganut sistem hukum pidana kontinental warisan Belanda, yaitu tidak berlakunya sistem yurisprudensi. “Artinya putusan atas seseorang tidak serta merta berlaku bagi orang lain,” ucapnya. [wip]