(IslamToday ID) – Dalam waktu dekat, Indonesia bakal kebanjiran daging ayam impor murah. Bukan karena kurangnya stok di dalam negeri, tapi ada kewajiban dari Indonesia untuk memenuhi tuntutan setelah kalah gugatan dari Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
“Pemerintah tidak berencana impor daging ayam, tapi ada ancaman daging (ayam) Brasil karena kita kalah di WTO,” kata Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Singgih Januratmoko seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu (24/4/21).
Kondisi ini sangat pelik, sebab daya saing industri perunggasan Indonesia sangat lemah. Harga daging yang tinggi disebabkan karena harga pakan yang tinggi.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kementerian Perdagangan Syailendra sudah mengingatkan bahwa serangan impor itu tidak mengada-ada. Karenanya, peternak harus bisa menekan harga ayam dengan mengefisiensikan harga pakan ternak.
“Untuk persiapan perang yang lebih besar, saya sudah sampaikan walau terkejut-kejut. Kalau kita nggak bisa efisien dan bahan baku juga nggak bisa kita pastikan, ekstremnya itu, mungkin saya dianggap nyeleneh, impor saja pakan kalau produksi lebih mahal (dengan pakan lokal), tapi dampak ke petani dan industri pakan seperti apa, kalau cari kemudahan begitu aja cari yang termurah, tapi nggak gitu juga,” katanya seperti dikutip dari YouTube Pataka Chanel FGD “Harga Jagung Melambung”.
Adapun harga pakan berpengaruh sekitar 70 persen pada biaya produksi dari tumbuhnya ayam secara keseluruhan. Tidak sedikit, karenanya perlu ada langkah efisien. “Kontribusi pakan itu cukup besar terhadap hasil produksi, baik boiler maupun layer. Pakan kontribusi terbesarnya dari jagung,” kata Syailendra.
Ia pun mengajak semua unsur untuk mempersiapkan persoalan teknis di dalam negeri dengan baik, mempersiapkan diri sebelum ada serangan dari luar, yakni ayam Brasil.
“Yang di depan pintu kita sudah mau masuk mau menerobos, ini yang harus dijaga. Teman-teman di bagian perundingan perdagangan internasional itu wanti-wanti terus dengan saya, kita lahannya sudah setengah mati. Ini tinggal nunggu banding-banding aja dari Amerika, sudah kelihatan gejalanya kalah, kalau kalah kan repot bisa langsung masuk cepat. Saya ingin semuanya bersama-sama ini masalah besar,” jelas Syailendra.
Apa Itu Gugatan Brasil?
Persoalan ini bermula ketika Indonesia sempat kalah dari gugatan Brasil yang didaftarkan ke WTO pada 2014 lalu. Di dalam gugatan itu, Brasil mengeluhkan penerapan aturan tak tertulis oleh Indonesia yang dianggap menghambat ekspor ayam Brasil ke Indonesia sejak 2009 silam.
Tiga tahun berikutnya, Indonesia diputuskan bersalah karena tidak mematuhi empat ketentuan WTO. Pertama, yakni daftar impor Indonesia disebut tidak sesuai dengan Artikel XI dan XX GATT 1994.
Kedua, persyaratan penggunaan produk impor tidak konsisten dengan Artikel XI dan Artikel XX. Ketiga, prosedur perizinan impor, utamanya dalam hal pembatasan periode jendela permohonan dan persyaratan pencantuman tetap data jenis, jumlah produk, dan pelabuhan masuk, serta asal negara tidak konsisten dengan Artikel X dan XX.
Keempat, penundaan proses persetujuan sertifikat kesehatan veteriner melanggar Article 8 dan Annex C (1) (a) SPS agreement.
Indonesia harus mengubah ketentuan impornya. Pemerintah pun mengakomodasi dengan mengubah dua aturan, yakni Peraturan Menteri Perdagangan No 65 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan produk Hewan serta Peraturan Menteri Pertanian No 23 Tahun 2018 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan Olahannya ke Dalam Wilayah NKRI.
Namun, Brasil tetap tidak puas dengan perlakuan Indonesia. Pada Juni lalu, Brasil mengatakan Indonesia masih menghalang-halangi ekspor daging ayamnya ke Indonesia dengan menunda sertifikasi kebersihan dan produk halal.
Biang Kerok Harga Pakan
Para peternak mulai resah dengan isu adanya impor daging ayam besar-besaran dalam waktu dekat. Soal pasokan daging ayam dalam negeri bukan masalah, justru soal harga pakan yang berdampak pada harga.
“Kalau kekurangan nggak, produksi hulu kita sudah cukup, bahkan berlebih,” kata Sekretaris Jenderal Gabungan Asosiasi Pengusaha Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sugeng Wahyudi.
Selama ini Indonesia memang bukan langganan pengimpor daging ayam. Kebutuhan di dalam negeri masih bisa terpenuhi lewat produksi peternak lokal. Berbeda dengan komoditas daging lain seperti daging sapi yang setiap tahun menjadi langganan importir dari Australia.
“Kalau sapi impor karena barangnya nggak ada. Kalau ayam disebut mau impor, tapi barangnya ada. Kita punya kemampuan untuk produksi, ini juga perlu dicermati pemerintah, tapi problemnya kita itu mahal,” kata Sugeng.
Memperbaiki tata kelola produksi pakan menjadi suatu kebutuhan basic yang harus bisa dipenuhi oleh pemerintah. Persoalan mahalnya pakan ternak juga seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam memperbaiki sisi hulu ke hilir pola distribusi pakan.
“Yang jadi tantangan sarana produksi yang tinggi, 60-70 persen dari biaya pakan komposisinya di situ. Dari komposisi pakan sendiri 45-55 persen itu jagung dan produk-produk lain, sebagian produk itu tergantung impor,” jelas Sugeng.
Persoalan harga pakan dan DOC atau anakan ayam di dalam negeri mahal. Harga pakan mahal disebabkan harga bahan bakunya, yaitu jagung yang juga mahal. [wip]