IslamToday ID –Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, menilai tes ASN dan wawasan kebangsaan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai upaya menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas.
Lebih dari itu, ia menilai tes tersebut merupakan bagian dari episode panjang Cicak vs Buaya Jilid IV. Namun menurutnya, kali ini Cicak vs Buaya Jilid IV berbeda dengan episode Cicak vs Buaya sebelumnya yang selalu melibatkan petinggi Polri.
Seperti diketahui istilah Cicak vs Buaya mencuat sejak tahun 2009 dalam kasus Susno Duadji. Kemudian jilid II terjadi saat Irjen Djoko Susilo ditangkap dalam kasus simulator SIM (Surat Ijin Mengemudi). Sedangkan cicak-buaya jilid III terjadi saat Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi.
“Jadi Cicak Buaya IV berseri-seri, serangan bertubi-tubi, dan mereka relatif berhasil. Apa yang kita lihat sekarang sebetulnya sudah dimulai dari bertahun-tahun lalu yang mungkin tidak direncanakan serumit ini. Tapi itu adalah skenario ditemukan di jalan yang eskalasinya seiring eskalasi pemberantasan korupsi oleh KPK,” ujar Asfinawati dalam diskusi virtual yang digelar Pukat UGM pada Kamis (6/5/21)
Baca Juga :Peneliti ICW Ungkap Pelemahan KPK Sejak 2019
Asfinawati juga menyebutkan jika koruptor sudah menggunakan metode baru untuk melemahkan KPK. Caranya dengan cara menguasai KPK dari dalam.
Gejala tersebut diduga telah dimulai sejak Presiden Jokowi membentuk sebuah Pansel (Panitia Seleksi) pimpinan KPK untuk seleksi pimpinan KPK periode 2019-2023. Hal ini dikarenakan pemerintah meloloskan calon bermasalah.
Asfinawati pun berkesimpulan ada upaya serangan kepada KPK yang masuk dari internal, dan ada tindakan obstruction of justice.
“Kami melihat ada upaya baru yaitu masuk lewat internal, mencoba mengkooptasi bahkan menguasai secara penuh KPK. Wujud luar (KPK) masih cicak, tapi di dalamnya sudah buaya, siapa pun buayanya itu,” katanya
Menurut Asfinawati hal ini sangat berbahaya. Rentetan upaya pelemahan KPK sengaja dilakukan dengan tujuan agar Indonesia kembali ke masa orde baru, dimana korupsi.
Rentetan upaya pelemahan KPK saat ini akan menjadi catatan sejarah, termasuk siapa saja yang berkuasa dan terlibat dalam kejahatan ini.
“Tentu saja sejarah akan mencatat siapa saja saat ini yang sedang duduk menjadi presiden, sedang duduk menjadi Menko Polhukam, sedang duduk menjadi Ketua MK dan hakim MK, dan sedang juga mencatat siapa yang di kursi DPR-MPR, siapa yang menjadi Ketua DPR, apa afiliasi parpolnya, apakah mereka memiliki keterkaitan satu sama lain, dan juga kasus-kasus yang dijadikan titik balik untuk menyerang pegawai KPK, rakyat akan mencatat itu, dan semoga pemilu akan datang rakyat memberikan suara kebenaran keadilan pada antikorupsi,” pungkasnya.
Penulis : Kanzun