IslamToday ID – Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menilai pernyataan Presiden Joko Widodo terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak menyelesaikan persoalan. Menurut PSHK, akar persoalan ini adalah tes tersebut.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan terkait polemik TWK. Presiden Jokowi mengatakan TWK tidak boleh dijadikan dasar untuk serta-merta memberhentikan pegawai KPK dan Presiden menyebutkan masih ada peluang memperbaikinnya melalui pendidikan kedinasan.
Namun menurut PSHK, pernyataan Presiden Jokowi tak membuka jalan keluar dari polemik tersebut. Pasalnya, rencana Presiden yang akan memberikan pendidikan kedinasan mengenai wawasan kebangsaan bagi 75 pegawai yang tak lolos tes TWK dinilai bukan jalan keluar yang tepat.
Sebaliknya solusi yang ditawarkan presiden jokowi justru menimbulkan kesan 75 pegawai tersebut bermasalah. Padahal akar permasalahannya terletak pada tes TWK tersebut.
“Seolah yang bermasalah adalah 75 pegawai KPK tersebut, sehingga perlu mendapatkan pendidikan lanjutan mengenai wawasan kebangsaaan. Padahal pada hakikatnya yang bermasalah adalah TWK itu sendiri, dengan semua pertanyaan yang tidak sesuai dengan konteks kepegawaian KPK” katanya dalam surat siaran pers, Senin (17/5/2021).
Lanjutnya, PSHK juga menemukan adanya kecacatan hukum dalam proses alih status pegawai KPK tersebut. Seperti, syarat lolos tidaknya pegawai KPK menjadi ASN seharusnya tidak berlandaskan pada TWK.
Kemudian, status nonaktif bagi 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK ini melanggar Putusan MK No. 70/PUU-XVIII/2019.
“Putusan ini menyebut pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian hukum sesuai dengan kondisi faktual pegawai KPK. Maka, dalam pengalihan tersebut tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan dalam UU KPK. ” terangnya.
Kecacatan hukum selanjutnya terletak pada Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021 yang tidak relevan dengan UU KPK , PP No. 41 Tahun 2020, Perkom 1 Tahun 2021, dan Perkom 7 Tahun 2020.
Selanjutnya, status nonaktif bagi 75 Pegawai KPK dengan dalih gagal lolos TWK juga melanggar aturan mengenai manajemen Sumber Daya Manusia KPK (SDM KPK) seperti Pasal 19 PP 14 Tahun 2017.
“Sebab dalam aturan tersebut pemberhentian atau pembebastugasan Pegawai KPK bersifat limitatif, yaitu memasuki usia pensiun, melanggar dispilin dan kode etik, meninggal dunia, atas permintaan sendiri atau tuntutan organisasi. Artinya, status nonaktif karena tidak memenuhi syarat tertentu seharusnya didasarkan pada sidang kode etik oleh Dewan Pengawas KPK sesuai ketentuan dalam UU KPK” tulisnya.
Dan menurut pandangannya tindakan Pimpinan KPK yang menonaktifkan 75 pegawai tersebut merupakan tindakan yang melampaui batas kewenangan dan melanggar peraturan perundangundangan.
Untuk itu, PSHK menegaskan bahwa status nonaktif dan segala bentuk turunannya tidak memiliki argumentasi dan pertanggungjawaban hukum yang mengikuti logika penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik.
“Pimpinan KPK tidak bisa menggunakan alasan tidak lolos TWK sebagai justifikasi memecat, memindahtugaskan, memberhentikan, tidak membayar gaji atau bahkan mengubah status pegawai, baik secara langsung maupun bertahap karena dasar hukumnya sudah bermasalah. Perlu ada transparansi dari KPK mengenai konteks penggunaan TWK karena diduga tidak sesuai dengan mandat pegawai KPK dalam menjalankan tugasnya. “ tegasnya
PSHK juga akan mengawal dan mendukung segala upaya hukum untuk melawan keputusan Pimpinan KPK yang menormalisasi pengunaan TWK bagi 75 pegawai KPK. karena semangatnya yang bertentangan dengan pemberantasan korupsi.
Penulis kanzun