ISLAMTODAY ID —- Aliansi 73 Guru Besar mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi terkait permohonan pengawasan atas tindak lanjut peralihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Perwakilan Guru Besar, Azyumardi Azra, mengatakan, pihaknya terbuka untuk berdialog dengan Jokowi mencari solusi guna memperbaiki kinerja KPK.
“Kami sangat terbuka jika Bapak ingin mengadakan dialog ihwal permasalahan yang kami sampaikan ini demi masa depan upaya pemberantasan korupsi Indonesia yang lebih baik,” ujar Azyumardi Azra dalam keterangan tertulis, Senin (24/5/2021).
Azyumardi Azra mengungkapkan permasalahan yang ada saat ini berdampak pada kemampuan KPK menangani perkara korupsi sehingga perlu segera dituntaskan.
Di antaranya penanganan perkara yang tidak maksimal, serangkaian dugaan pelanggaran kode etik, hingga kekisruhan akibat kebijakan komisioner KPK seperti pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN.
“Hal itu mengakibatkan penurunan kepercayaan publik terhadap KPK yang cukup drastis sejak tahun 2020,” jelas Azyumardi.
Berdasarkan hasil analisis organisasi masyarakat sipil, organisasi keagamaan, maupun akademisi, ia mengatakan setidaknya ada dua kesimpulan terkait tes tersebut.
Pertama, penyelenggaraan TWK tidak berdasarkan hukum dan berpotensi melanggar etika publik. TWK sebagaimana diatur lewat Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 dan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Kedua, berdasarkan informasi yang diperoleh, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada pegawai KPK saat mengikuti TWK terindikasi rasis (intoleran), melanggar hak asasi manusia, dan diskriminatif terhadap kelompok tertentu.
Azyumardi menilai hal tersebut menunjukkan kegagalan penyelenggara dalam memahami secara utuh konsep dan cara mengukur wawasan kebangsaan.
Selain itu, proses wawancara dilakukan secara tidak profesional dan cenderung tertutup.
Azyumardi menilai isu tersebut menimbulkan kecurigaan dan kritik tentang tujuan diadakannya TWK dari berbagai kalangan yang peduli pada upaya pemberantasan korupsi.
“Bapak Presiden yang kami muliakan, kekisruhan internal KPK mesti segera diakhiri,” tegasnya.
Penanganan Korupsi Terhambat
Azyumardi Azra lantas menyinggung potensi terhambatnya penanganan kasus korupsi lantaran beberapa pegawai yang dinonaktifkan karena tak lolos tes merupakan penyelidik dan penyidik.
Apalagi, pegawai tersebut diketahui tengah mengusut kasus korupsi yang menjadi perhatian publik seperti bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 dan izin ekspor benih lobster (benur) yang menyeret menteri.
“Dengan berbagai permasalahan TWK, khususnya pada dampak penanganan perkara, besar kemungkinan ada sejumlah pihak yang merancang dan memiliki keinginan untuk mengintervensi proses penindakan,” paparnya, dilansir dari CNN Indonesia.
Sebanyak 73 guru besar itu di antaranya Emil Salim, Sigit Riyanto, Hibnu Nugroho, Franz Magnis Suseno, Didik J. Rachbini, dan sejumlah guru besar lain.
KPK sampai saat ini belum memutuskan nasib 75 pegawai tidak lolos TWK. Ketua KPK, Firli Bahuri, menyampaikan bahwa pihaknya akan membahas secara intensif permasalahan tersebut pada Selasa (25/5).
Menurutnya, KPK akan melibatkan kementerian/lembaga terkait seperti Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
“Yang pasti hari Selasa kita akan lakukan pembahasan secara intensif untuk penyelesaian 75 pegawai KPK, rekan-rekan kami, adik-adik saya bagaimana proses selanjutnya,” jelas Firli Bahuri kepada para wartawan Kamis (20/5/2021).[IZ]