(IslamToday ID) – KPK memutuskan memecat 51 pegawai di antara 75 orang pegawai yang tidak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK). Keputusan ini cukup mengejutkan seiring dengan polemik TWK tersebut yang masih diwarnai pro dan kontra.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan dari 75 pegawai tersebut, 24 diantaranya masih memungkinkan untuk mendapat pembinaan sebelum akhirnya beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sedangkan yang 51 orang lainnya, ini kembali lagi dengan asesor, warnanya dia bilang sudah merah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” ungkapnya dalam rapat yang digelar KPK bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) di kantor BKN, Jakarta Timur, Selasa (25/5/2021).
Lebih lanjut, terhadap 24 pegawai yang masih bisa “diselamatkan” akan mendapatkan pendidikan dan pelatihan bela negara serta wawasan kebangsaan.
Namun sebelum mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut, mereka diwajibkan menandatangani surat pernyataan kesediaan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, termasuk bersedia tidak diangkat menjadi ASN jika nantinya tidak lolos.
Dalam pembinaan tersebut, KPK akan dibantu lembaga yang kompeten di bidang tersebut salah satunya adalah Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Sementara itu, terkait 51 pegawai yang harus hengkang dari KPK, Alex menilai bahwa keputusan itu harus diambil agar kualitas pegawai KPK tetap terjaga.
“KPK harus berusaha membangun SDM tidak hanya aspek kemampuan, tapi juga aspek kecintaan pada Tanah Air, bela negara, dan kesetiaan pada Pancasila, UU NKRI, dan pemerintah yang sah serta bebas dari radikalisme dan organisasi terlarang,” jelas Alex seperti dikutip dari Kabar 24.
Melawan Jokowi
Dosen hukum tata negara UGM Zainal Arifin Mochtar menduga ada gejala perlawanan terhadap Presiden Jokowi di balik keputusan pemberhentian 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK.
“Jangan-jangan ini bentuk perlawanan saja kepada presiden kan. Presiden dianggap sudah tidak mungkin terpilih tiga periode lagi, dianggap sudah bukan faktor penting dalam pemerintahan,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (25/5).
“Kalau mau cari kemungkinan lain banyak, tapi bagi saya ini menarik, memperlihatkan gejala perlawanan,” sambungnya.
Presiden Jokowi sendiri sebelumnya meminta TWK tak jadi alasan pemberhentian para pegawai. Pertimbangan MK dalam putusan soal UU KPK pun meminta alih status ASN tak merugikan pegawai.
Menurut Zainal, Jokowi sebetulnya sudah mencoba untuk menarik “rem tangan” agar masalah ini tidak semakin keruh. Selain itu, Jokowi juga berpegangan pada pendapat MK yang menyatakan bahwa alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai.
“Saya menangkap bahwa ada kekuatan yang luar biasa pastinya kalau ada orang berani mengangkangi perintah bunyi hukum, putusan MK, bahkan presiden,” lanjut Zainal.
“Jangan-jangan kan ada di luar itu. Mungkin lebih kuat dari presiden,” ucapnya.
Wadah Pegawai (WP) KPK menilai pemberhentian 51 pegawai yang tak lolos TWK sebagai bentuk ketidakpatuhan pimpinan KPK dan sejumlah pejabat terkait terhadap instruksi Jokowi.
Ketua WP KPK, Yudi Purnomo mengingatkan bahwa secara nyata Jokowi telah menegaskan bahwa TWK tidak dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan seorang pegawai.
“Sikap pimpinan KPK dan Kepala BKN adalah bentuk konkret dari sikap tidak setia terhadap pemerintahan yang sah. Maka dari itu, perlu adanya supervisi dari presiden menindaklanjuti perkara alih status pegawai KPK,” ujar Yudi dalam keterangan tertulis.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan pimpinan KPK dan BKN telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan tidak mengindahkan jaminan konstitusional Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang diperkuat dengan No 70/PUU-XVII/2019. Dalam aturan itu, telah ditegaskan bahwa proses transisi tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
“Kami mempertanyakan mengapa ketua KPK sangat ingin memberhentikan kami sebagai pegawai KPK dengan alat ukur yang belum jelas, serta proses yang sarat pelecehan martabat sebagai perempuan,” ujar Yudi.
Terpisah, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko juga menyatakan hal serupa. “Yang pasti itu statement presiden bukan yang pura-pura. Jadi harusnya seluruh lembaga pemerintah ikuti perintah presiden,” katanya.
Menurut Sujanarko, hasil rembukan pimpinan KPK dan lembaga lainnya justru akan menimbulkan masalah baru. Pasalnya, 51 orang ini malah mendapat perlakuan berbeda. Ia juga menyesalkan 51 orang tersebut diperlakukan seakan-akan anti-Pancasila dan anti-nasionalisme.
“Sekarang dilabelin seperti orang anti-Pancasila, anti-nasionalisme. Mau dikemanakan yang 51 orang itu? Mau dihukum penjara? Enggak tahu mekanismenya,” ujar Sujanarko.
“Padahal presiden menyatakan enggak dipecat, yang 51 mau diapakan? Itu sama sekali tidak clear,” imbuhnya.
DPR Segera Panggil Pimpinan KPK
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menyatakan komisinya segera memanggil pimpinan KPK untuk membahas tentang TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Ia menyatakan pihaknya ingin mendengar penjelasan soal TWK yang masih berpolemik hingga saat ini dari pimpinan KPK secara langsung.
“Diagendakan di masa sidang ini kita juga ada hearing dengan KPK. Dari kesempatan tersebut kami akan mendalami benar-benar apa saja keputusannya secara detail, lalu apa yang menjadi alasan masing-masing,” kata pemilik sapaan akrab Habib itu seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Ia menjelaskan, komisinya perlu mendalami keputusan KPK. Menurutnya, berdasarkan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN dinyatakan bahwa setiap pegawai yang akan diangkat menjadi ASN harus memiliki wawasan kebangsaan yang baik.
Terkait teknis apakah para pegawai KPK yang tidak lolos TWK perlu diberhentikan, Habib berpendapat, hal tersebut perlu dibahas bersama dengan KPK.
“Isu besarnya ialah kita mendorong bagaimana ASN ini punya wawasan kebangsaan yang clear. Tapi apakah secara teknis berbentuk TWK atau yang lain, makanya kita mau dengar di forum yang resmi,” katanya.
Waketum Partai Gerindra itu melanjutkan, alih status pegawai KPK menjadi ASN secara umum telah diatur dalam UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Bahkan, menurutnya, ketentuan pengangkatan ASN di lingkungan KPK secara teknis juga telah diatur lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah dan juga Peraturan KPK yang tetap mengacu pada UU.
Pada prinsipnya, Habib menambahkan, komisinya ingin memperkuat KPK dari segala sisi, termasuk mengisi para pegawai setingkat ASN dengan wawasan kebangsaan yang baik. Oleh karena itu, ia meminta setiap pihak dapat duduk bersama mencari solusi dan jalan tengah untuk tetap memperkuat KPK. [wip]