(IslamToday ID) – Tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar KPK harusnya memiliki semangat pembinaan, bukan penghukuman, termasuk tolok ukur sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Hal itu diungkapkan oleh pakar aliansi kebangsaan Yudi Latif.
“Semangatnya itu bukan semakin menjauhkan orang dari wawasan kebangsaan. Jadi ada proses edukasi ya. Makanya harus dikategorisasi dan sampai dimana tingkat keseriusan keburukan wawasannya itu,” kata Yudi seperti dikutip dari Antara, Sabtu (29/5/2021).
Menurutnya, TWK penting untuk melihat bagaimana wawasan dan cara pandang warga negara, termasuk ASN mengenai kebangsaan.
Melalui TWK, katanya, pemerintah juga harus mengedukasi sehingga kelompok-kelompok yang dianggap melenceng dari wawasan kebangsaan dapat diedukasi.
“Intinya, tugas negara itu selain menghukum itu harus mengedukasi. Jadi, kelompok-kelompok yang mulai dianggap melenceng itu, semangatnya itu bukan malah menyingkirkan, tapi merangkul dan mengedukasi,” ujar Yudi.
Mengenai 51 pegawai KPK yang dinyatakan tidak dapat melanjutkan karier di KPK karena rapor merah dalam TWK, Yudi memberikan catatan.
Sebab, katanya, rapor merah itu bisa dikategorikan pegawai tersebut sudah tidak mau bekerja lagi untuk institusi negara.
“Pertama, harus ditanya mau melanjutkan atau tidak? Kalau melanjutkan, ini persyaratan-persyaratannya yang harus dilalui. Karena sebenarnya pengertian merah atau tidak itu relatif,” kata mantan Kepala BPIP tersebut.
“Kalau menurut saya, merah itu sudah tidak mau bekerja di institusi negara karena menganggap ini negara thogut. Pernah komitmen dalam aksi-aksi teroris. Ada intensi ingin merobohkan tata negara. Itu benar-benar tak akan terampuni,” pungkasnya.
Ributnya Telat
Pakar hukum tata negara UGM Andi Sandi menilai sudah terlambat ketika TWK pegawai KPK baru menjadi polemik saat ini. Keterlambatan itu dikarenakan aturan alih status adalah bagian dari UU KPK hasil revisi yang saat ini berlaku.
“Kenapa telat? Karena begini, prosesnya (alih status pegawai) sebenarnya mereka sudah paham sejak awal UU ini ditetapkan,” kata Andi seperti dikutip dari Liputan 6.
Ia menambahkan, telatnya polemik saat ini makin dipersulit dengan PP No 41 /2020 sebagai turunan dari beleid yang disahkan pada 2019 tersebut.
Diketahui, dalam pasal 6 PP No 41/2020 dikatakan, tata cara pengalihan pegawai KPK dari posisi sebelum perubahan untuk menjadi ASN itu diatur lebih lanjut oleh Peraturan KPK. “Artinya, semua proses itu diserahkan kepada KPK bagaimana pengaturannya,” jelas Andi.
Ia menjabarkan, pada pasal 3 dalam Peraturan KPK No 1/2021 yang mengatur alih status tersebut. Ia mencatat ada lima tahapan untuk menentukan seorang pegawai KPK menjadi ASN.
Pertama, penyesuaian jabatan menjadi jabatan ASN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Kedua, identifikasi jenis dan jumlah pegawai KPK. Ketiga, pemetaan kesesuaian kompetensi dan kualifikasi, serta pengalaman pegawai KPK dengan jabatan ASN yang akan diduduki. Keempat, pengalihan status pegawai, dan kelima penetapan kelas jabatan.
“Nah, yang diributkan oleh kawan-kawan ini tahap keempat. Tiga proses tahapan sebelumnya (tidak diributkan) itu. Harusnya satu dua tiga (juga diributkan) dulu baru masuk tahap keempat, karenanya saya nilai ini ributnya telat,” tandasnya. [wip]