IslamToday ID — Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu mengomentari rencana Menteri Keuangan Sri Mulyani yang akan menaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) hingga pajak penghasilan (PPh).
Menurutnya, pemerintah sudah kehabisan akal dantidak ada cara lain selain memeras rakyatnya. Hal ini dikatakan langsung dalam wawancara darling berjudul ‘Pajak Makin Selangit Bikin Rakyat Menjerit’.
“Pikiran pemerintah jadi saya yakin betul, pemerintah sekarang sudah kehabisan akal sehingga tidak ada jalan lain adalah memeras orang yang masih menghasilkan uang” kata Said Didu, Rabu ( 26/05/2021)
Lanjut Said Didu, hasil pemerasan itu diberikan kepada koruptor melalui sebuah ‘tameng’ pengangguran, yang nantinya akan menyasar kepada koruptor.
“Sementara hasil pemerasan itu digunakan untuk membagi-bagi kepada orang-orang ‘pengangguran ’. pengangguran dalam bentuk umpamanya adalah kartu pra kerja. Kartu pra kerja diperas dari orang yang bekerja dan dijadikan lah bansos untuk dikorupsi ,” pungkas Said Didu.
Ia juga menilai rencana menaikan pajak yang dicanangkan pemerintah untuk menambah pendapatan negara akan gagal. Sebab, dalam analisisnya, hal itu justru menghilangkan salah satu fungsi keberadaan pajak.
“Sekarang itu itu yang terjadi dan pikiran mereka akan menambah pendapatan negara, belum tentu. belum tentu. Umpamanya, Mas punya uang terus itu kan pasti dipakai belanja ya kan, maka anda belanja maka kena PPN. (Kemudian) Dipotong di anda gajinya (Pajak PPh). Maka anda tidak belanja kan, karena udah dipotong negara maka kehilangan PPN disana,” jelas Said Didu.
Kemudian, Said Didu juga mengatakan kenaikan pajak PPh tersebut akan mempengaruhi dan menambah beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Pasalnya, pajak penghasilan tersebut kemungkinan besar akan ditanggung negara bagi pekerja yang bekerja untuk negara seperti PNS, Polri-TNI.
“Sekarang PNS eselon 1 kira-kira dengan semuanya itu (kira-kira) dapat 50 juta ( per tahun) maka kena tambahan pajak 30 persen, kalau kena 30 persen berarti ada dua pilihan. Pemerintah meminta pejabat itu untuk membayar atau ditambahkan APBN untuk ditanggung negara. Jadi saya nggak habis pikir sama sekali cara pemikiran di tengah kesulitan ini untuk menambah pajak tersebut.”jelas Said Didu.
Said Didu juga tegaskan kepada pengelola fiskal APBN untuk berlaku adil terkait persoalan pajak.
Menurut Said Didu, pengelola APBN tak berlaku adil pasalnya, pajak PPN dan PPh di naikan, namun untuk subsidi barang mewah (mobil dengan volume mesin 2.500 cc) di gratiskan.
“Ditambah kemarin kan PPN juga mau dinaikkan, tapi di balik lain PPh, PPN, barang mewah mobil hilang, di nolkan, jadi saya betul-betul izinkan saya kepada pengelola fiskal APBN berlaku adil-lah dalam mengelola ini” tegasnya.
Serupa Tapi Tak Sama
Kenaikan tarif pajak yang tinggi ini juga dinilai Sai Didu menyerupai negara-negara maju. Namun, perbedaannya adalah terletak dalam fasilitasnya. Dinama negara maju dengan tarif pajak yang tinggi, mereka tak perlu untuk membayar jalan tol hingga membayar iuran kesehatan.
“Masyarakat di negara maju dipotong pajaknya tetapi dia dapat jalan yang gratis, dapat pelayanan kesehatan yang gratis, tidak ada iuran. Terus dapat pelayanan lain-lain,”sebut Said Didu.
“Disini sudah dibayar pajak tinggi, yang dibangun jalan tol berbayar yang makin mahal, kesehatan harus bayar iuran dan wajib kalau terlambat membayar tidak dilayani,” sambungnya.
Bukan Jalan Keluar yang Efektif
Menurut Said Didu, kebijakan pemerintah menaikan tarif pajak adalah bukan jalan keluar yang tepat. Ia menilai jika kebijakan ini untuk menghukum orang yang taat pajak dan memanjakan orang-orang-orang yang tak patuh terhadap negara.
“Pemerintah jangan menganggap bahwa ini jalan keluar yang bagus. Ini adalah menghukum orang patuh dan akan memanjakan adalah orang-orang yang tidak patuh ini.” ungkapnya.
Penulis Kanzun