(IslamToday ID) – Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati menyatakan sebagai negara kepulauan, Indonesia layak memiliki kekuatan militer yang tangguh.
Hal itu ia ungkapkan sebagai tanggapan atas pro dan kontra yang mengiringi wacana anggaran setara Rp 1,7 kuadriliun yang akan digunakan untuk modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia.
Susaningtyas memberi contoh negara adidaya Amerika Serikat (AS) yang disebut juga terus memenuhi kebutuhan guna melengkapi sistem pertahanan.
“Angka sebesar Rp 1.750 triliun itu kan renstra (rencana strategis) jadi sah saja besarannya ditulis sebesar apapun. Pada akhirnya angka yang didapat tentu usai dibahas bersama Komisi I DPR. Pada dasarnya sistem pertahanan di negara manapun besar anggarannya. Kita jangan kebakaran jenggot dulu lah melihat angka sebesar itu,” tutur Susan seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Dipaparkan, modernisasi alutsista TNI terbagi menjadi dua program. Masing-masing untuk alutsista yang dimiliki sebelum Minimum Essential Force (MEF) dan untuk alutsista setelah MEF berjalan.
Susan menjelaskan alutsista sebelum MEF perlu dibenahi demi mempertahankan life cycle. Sehingga, alutsista tetap dapat digunakan sesuai pasokan rantai logistik dan keahlian prajurit.
“Dari analisa operation research biasanya pembenahan alutsista tersebut dituntut mencapai level yang maximin, yaitu yang maksimal dan semua kondisi minimal. Sedangkan alutsista yang pengadaannya setelah MEF berlaku, maka pembenahannya diutamakan untuk interoperability dan communability,” katanya.
Jika pembenahan yang bersifat interoperability bertujuan agar seluruh alutsista pada ketiga matra dapat digunakan secara terintegrasi, maka pembenahan bersifat communability bertujuan agar suku cadang serta logistik alutsista suatu angkatan dapat memenuhi kebutuhan angkatan lain.
Pada prinsipnya, lanjut Susan, pembenahan alutsista sebelum MEF menyasar efisiensi, sedangkan setelah MEF dilakukan demi optimalisasi.
Ia menambahkan, pembenahan alutsista yang didukung perbaikan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI akan berujung pada TNI selaku organisasi agar benar-benar berada dalam kondisi siap siaga. Terlebih, TNI bersifat permanen, bukan organisasi bentukan sehingga tak bakal berubah, baik pada masa damai maupun perang.
“Idealnya organisasi TNI adalah organisasi tempur permanen yang dapat digunakan secara optimal pada masa damai sekaligus pada masa perang. Pembenahan organisasi TNI adalah konsekuensi logis dari pembenahan alutsista TNI,” ujar Susan. [wip]