(IslamToday ID) – Ketua Konstitusi Demokrasi Inisiatif Veri Junaidi menolak wacana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bahan pokok atau sembako. Semestinya pemerintah berpatokan pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya sebagai dasar hukum untuk tidak memungut PPN bahan pokok.
Rencana pengenaan PPN terhadap bahan pokok adalah yang pertama kalinya dilakukan pemerintah. Dalam pasal 4A ayat 2 huruf b UU No 42/2009 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, pemerintah telah menetapkan 11 bahan pokok yang tidak dikenakan PPN.
“Jika pemerintah saat ini justru menyiapkan aturan lain untuk mengenakan PPN, hal ini dikhawatirkan bertentangan dengan undang-undang,” ungkap Veri seperti dikutip dari Koran Bisnis, Kamis (10/6/2021).
Sementara itu, ahli hukum dari UNS Surakarta Muhammad Taufik berpandangan putusan MK pada 2017 wajib dihormati oleh setiap pemangku kepentingan. “Kalau nanti ditetapkan, masyarakat berhak mengabaikan itu. Masyarakat boleh menolak dan (pemungutan PPN) bisa digugat,” ujarnya.
Ketika dikonfirmasi, sejumlah pejabat Ditjen Pajak dan Badan Kebijakan Fiskal tidak bersedia menanggapi rencana ini. Alasannya, draf tersebut sedang dalam proses kajian dan masih menunggu pembahasan dengan DPR.
Direktur Center of Economic and Law Studies (INDEF) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pengenaan PPN barang bahan pokok ini akan kian menggerus daya beli dan konsumsi rumah tangga yang sejak tahun lalu lesu akibat pandemi Covid-19.
Ketua Umum Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia Abdul Hamid juga khawatir biaya produksi akan naik jika pajak turut menyasar benih.
“Akan berat bagi petani dan konsumen karena biayanya pasti bakal lebih tinggi. Saran saya, saat masa susah, kesampingkan dulu rencana itu (penerapan PPN untuk sembako),” ungkapnya.
Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengungkapkan rencana pemerintah memberlakukan PPN terhadap barang-barang kebutuhan pokok atau sembako akan berdampak pada perekonomian secara umum.
“Rencana ini merupakan sebuah langkah yang tidak saja akan meningkatkan harga pangan dan karenanya mengancam ketahanan pangan, tetapi juga akan berdampak buruk kepada perekonomian Indonesia secara umum,” katanya seperti dikutip dari Tempo, Rabu (9/6/2021).
Menurut Felippa, pemberlakuan PPN terhadap sembako akan mempengaruhi perekonomian Indonesia secara keseluruhan karena akan mempengaruhi konsumsi masyarakat.
Ia mengatakan pengenaan PPN pada sembako mengancam ketahanan pangan terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Akibatnya, lebih dari sepertiga masyarakat Indonesia tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harganya mahal.
“Menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi di tengah pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang,” ujarnya.
Ia menjelaskan pangan berkontribusi besar pada pengeluaran rumah tangga, sementara bagi masyarakat berpendapatan rendah belanja kebutuhan pangan bisa mencapai sekitar 56 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka.
Oleh sebab itu, ia menegaskan pengenaan PPN pada sembako tentu akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut.
Terlebih lagi, PPN yang ditarik atas transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada akhirnya akan dibebankan oleh pengusaha kepada konsumen. [wip]