(IslamToday ID) – Badan Intelijen Negara (BIN) mengendus banyak peralatan yang digunakan di Indonesia ditempeli satelit mata-mata pihak asing.
Hal itu diungkapkan oleh Deputi VII BIN Wawan Hari Purwanto saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi virtual yang digelar Persatuan Alumni GMNI bertajuk “Pertahanan Negara dan Keamanan Nasional: Strategi, Kebijakan, dan Pembangunan Sesuai Karakter Bangsa”, Selasa (15/6/2021).
“Peralatan (negara) ini diantaranya juga banyak yang ditempeli satelit mata-mata oleh pihak luar,” kata Wawan seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Meski begitu, ia tak merinci peralatan apa saja yang saat ini didompleng mata-mata asing tersebut. Ia juga tak menjelaskan secara spesifik jenis peralatan tersebut.
Menurut Wawan, peralatan-peralatan ini harus segera dievaluasi. Bahkan jika perlu alat-alat ini harus segera diganti agar tak muncul permasalahan di kemudian hari. Seharusnya menjadi perhatian khusus, katanya, agar ke depan tak terjadi kebocoran data yang berakibat fatal dalam pertahanan negara.
“Ini harus menjadi perhatian kita semua, bagaimana bisa menciptakan satelit sendiri sehingga tidak bergantung kepada satelit pihak lain yang akhirnya terjadi kebocoran-kebocoran,” kata Wawan.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar semua pihak benar-benar bisa memperhatikan sistem keamanan nasional. “Jadi penguasaan teknologi menjadi demikian penting supaya semua pihak memperhatikan dari sistem keamanan nasional,” kata Wawan.
Ia juga menyebut terdapat sejumlah ancaman pertahanan dan keamanan negara yang patut menjadi perhatian bersama. Ancaman tersebut diantaranya pandemi Covid-19, konflik berbau SARA, separatisme Papua, penyebaran hoaks di media sosial, radikalisme, dan serangan siber.
Wawan mengatakan kasus Covid-19 di Indonesia termonitor fluktuatif, namun cenderung menunjukkan tren peningkatan. “Kecenderungan ini terindikasi dari adanya peningkatan kasus harian rata-rata yang selalu di atas angka 5.000 kasus,” katanya.
Wawan menuturkan, lonjakan baru kasus Covid-19 ini berpotensi mengancam keselamatan masyarakat, memperburuk resesi ekonomi, mengakibatkan lumpuhnya fasilitas kesehatan, terhambatnya pendidikan, dan gelombang pengangguran yang makin masif.
Soal konflik SARA, Wawan menilai beberapa kasus mengemuka tentang sentimen keagamaan, konflik antar-etnis, rasisme terhadap etnis tertentu, situasi di Papua, maupun konflik antara Syiah dan Sunni.
“Isu sensitif tersebut menjadi ancaman serius karena dapat menimbulkan konflik horizontal. Dan ini ada yang terus mengkipas-kipasi dengan berita hoaks,” katanya.
Menurut Wawan, separatisme Papua juga menjadi salah satu ancaman yang dapat menciptakan disintegrasi bangsa. Selain merongrong kewibawaan negara, kelompok separatisme terindikasi menjadi salah satu sumber konflik dan menghambat pembangunan di Papua.
Wawan juga melihat penyebaran hoaks perlu mendapat perhatian. Pasalnya, penyebaran kabar bohong terkait isu sensitif akan berdampak luas karena sifat media sosial yang mampu menyebarkan informasi secara cepat. Juga terjangkau karena bisa langsung masuk ke gadget publik. “Apalagi pengguna internet Indonesia juga menukik tajam secara signifikan peningkatannya,” ujarnya.
Ancaman berikutnya adalah radikalisme. Menurut Wawan, media sosial kini disinyalir menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda. Kecenderungan ini dikuatkan dengan survei BNPT terbaru bahwa 85 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme.
Wawan menuturkan, kondisi tersebut patut jadi perhatian bersama mengingat Indonesia sedang menghadapi bonus demografi. “Ini menjadi pedang bermata dua jika tidak pandai menatanya,” ucapnya.
Soal ancaman serangan siber, Wawan mengatakan menjadi hal yang sulit dihindari di tengah masifnya penetrasi internet. Apalagi, pemahaman masyarakat soal keamanan siber masih perlu dibenahi. Sehingga, peretasan pun masih dengan mudah terjadi. Serangan dari hacker ini berpotensi menghambat digitalisasi ekonomi, dan rentan memicu pesimisme publik terhadap program revolusi industri 4.0.
Terhadap berbagai serangan tersebut, Wawan mengungkapkan bahwa BIN sebagai lini terdepan sistem keamanan nasional terus mengoptimalkan adanya deteksi dini dan cegah dini.
BIN, katanya, terus mengoptimalkan patroli siber selama 24 jam untuk memonitor narasi yang berpotensi menggiring opini publik dengan berita negatif dan hoaks terkait kinerja pemerintah di bidang sistem keamanan nasional di media sosial.
“BIN terus merangkul tokoh agama, tokoh adat, pelaku sejarah, jurnalis, dan kalangan pemuda untuk bersama-sama mendukung program pembangunan nasional,” pungkas Wawan. [wip]