(IslamToday ID) – Gerakan Save Sangihe Island dan masyarakat Kepulauan Sangihe akan melayangkan gugatan surat izin pertambangan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kami akan menggugat IUP (Izin Usaha Pertambangan) dari PT TMS ke PTUN, supaya dari sisi pemerintahan upaya itu boleh jalan, dari sisi hukum kami akan menempuh jalur yang sesuai perjuangan kami,” kata Koordinator Gerakan Save Sangihe Island, Alfred Pontolondo dalam sebuah diskusi virtual, Selasa (15/6/2021).
Menurutnya, izin tambang yang diterbitkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada PT TMS tidak mengikuti ketentuan yang berlaku. Artinya, izin tersebut didapatkan dengan melanggar beberapa prosedur wajib yang seharusnya dipenuhi oleh TMS maupun Kementerian ESDM dalam penerbitannya.
“Itu pula yang kemudian menjadi dasar bagi kami untuk kami gugat izin itu, karena ada banyak hal yang dilanggar dalam proses perizinannya,” ujar Alfred seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Merah Johansyah juga mengatakan penerbitan izin tambang untuk PT TMS di Kepulauan Sangihe menabrak sejumlah aturan dan undang-undang yang berlaku.
Salah satu aturan yang dilanggar yakni UU No 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Menurut Merah, dalam pasal 23 UU tersebut menyatakan bahwa pulau kecil itu diprioritaskan untuk kegiatan konservasi, pendidikan, pelatihan dan penelitian, budidaya laut, pariwisata, perikanan, dan pertanian organik.
Pasal itu tidak mengatur sama sekali bahwa pulau-pulau kecil dapat menjadi lokasi pertambangan. Seperti diketahui, Kepulauan Sangihe masuk dalam kategori kecil karena hanya memiliki luas 736 Km2.
Mengutip Kompas, PT TMS telah mengantongi izin lingkungan dan izin produksi pertambangan di gunung purba seluas lebih dari 3.500 hektare.
Adapun total izin wilayah yang dikantongi oleh PT TMS adalah 42.000 hektare atau setengah dari bagian selatan Pulau Sangihe.
Perhatian semakin meningkat, setelah Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong meninggal dunia dalam perjalanan pesawat pulang dari Bali menuju Manado.
Helmud meninggal pada Rabu (9/6/2021). Ia diketahui sempat menyurati Kementerian ESDM yang isinya permohonan pembatalan operasi pertambangan emas.
Kondisi Geografis
Mengutip publikasi BPS, Kepulauan Sangihe adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Talaud pada tahun 2000.
Kabupaten Kepulauan Sangihe terdiri dari 105 pulau (27 pulau berpenghuni dan 78 pulau tidak berpenghuni) dan 15 kecamatan. Ibukota Kabupaten Kepulauan Sangihe adalah Tahuna.
Kabupaten ini memiliki luas wilayah 1.012,94 kilometer persegi, dan berpenduduk sebanyak 139.262 jiwa (2020).
Kabupaten Kepulauan Sangihe terletak di antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao, Filipina, serta berada di bibir Samudera Pasifik.
Wilayah kabupaten ini meliputi 3 klaster, yaitu Klaster Tatoareng, Klaster Sangihe, dan Klaster Perbatasan, yang memiliki batas perairan internasional dengan Provinsi Davao del Sur, Filipina.
Kabupaten Kepulauan Sangihe memiliki kekayaan alam berupa Gunung Api Bawah Laut, yaitu Gunung Api Banua Wuhu di Pulau Mahengetang, dan 6 Gugusan Gunung Api Kawio Barat.
Wilayah kepulauan itu juga dihuni berbagai macam hewan, anggrek, kupu-kupu, serta biota bawah laut.
Terdapat pula burung langka Seriwang Sangihe, atau yang disebut masyarakat lokal sebagai manu’ niu. Burung itu hanya ada di Pulau Sangihe.
Burung endemik ini sempat dianggap punah selama 100 tahun, sampai sekitar 20 tahun lalu, ketika mereka terlihat kembali. Kendati demikian, burung berukuran sekitar 18 sentimeter, berwarna kebiruan dan pemakan serangga ini jumlahnya kini kritis dan semakin terancam akibat rencana eksploitasi emas yang berpotensi menghancurkan hutan tempat mereka tinggal.
Jika itu terjadi, tak hanya manu’ niu yang terancam punah. Masih ada 9 jenis burung endemik lainnya, 4 berstatus kritis dan 5 lainnya rentan, yang hidup di wilayah hutan lindung Gunung Sahendaruman, Kepulauan Sangihe, yang juga turut terancam.
Keindahan Alam
Sangihe juga memiliki daya tarik keindahan dunia bawah laut, seperti biota bawah laut dan terumbu karang yang menjadi core attraction. Keindahan itu dapat ditemukan di Brave Hills Napo-Para Island, Kahakitang Island, Selat Sea Grass Mahumu Island, Mendaku dan Dakupang Island, dan Pulau Bukide.
Sejumlah pantai indah pun dapat ditemui di Kepulauan Sangihe. Pesona pantai pasir putihnya dijamin indah dan membuat para wisatawan betah berlama-lama di sana. Salah satunya Pantai Pasir Putih Pananualeng.
Selain melihat keindahan alam bawah laut di Kepulauan Sangihe, para pengunjung juga bisa menyaksikan kemegahan wisata air terjun di sana. Beberapa di antaranya yaitu Air Terjun Kadadima dan Air Terjun Ngura Lawo.
Jika suka melakukan pendakian dan petualangan di hutan, turis bisa langsung mengunjungi Gunung Sahendarumang. Wisata alam yang satu ini yang merupakan kawasan hutan lindung tropis yang memiliki keanekaragaman hayati dan panorama alam pegunungan yang indah.
Para wisatawan bisa mengunjungi Kepulauan Sangihe melalui perjalanan lewat jalur udara dan laut. Jika menggunakan jalur laut, dari Pelabuhan Manado harus menempuh perjalanan sekitar 10 jam dengan kapal malam atau 7 jam perjalanan dengan kapal cepat di pagi hari.
Jika menggunakan jalur udara, penebangan dari Bandara Sam Ratulangi ke Sangihe membutuhkan waktu sekitar 60 menit.
Perusahaan Kanada
Pemegang izin wilayah tambang seluas 42.000 hektare di Sangihe adalah PT TMS. Perusahaan ini adalah gabungan dari perusahaan Kanada, Sangihe Gold Corporation yang merupakan pemegang saham mayoritas sebesar 70 persen, dan tiga perusahaan Indonesia.
TMS yang memegang kontrak karya (KK) generasi VI sejak 17 Maret 1997 lalu telah mengantongi persetujuan kelayakan lingkungan dari Provinsi Sulawesi Utara pada 25 September 2020 dan izin operasi produksi dari Kementerian ESDM awal tahun ini.
Artinya, TMS berhak mengeksploitasi emas dan tembaga di 6 kecamatan yang terbagi menjadi 80 kampung selama 33 tahun ke depan. Dari luas itu, terdapat 4.500 hektare yang memiliki mineralisasi utama yaitu di Kampung Bawone, Binebase, Sade, dan Kupa.
Contoh, berdasarkan hasil eksplorasi perusahaan di Binebas dan Bowone, menurut sumber daya terunjuk, terdapat potensi 114.700 ons emas dan 1,9 juta ons perak. Ditambah, 105.000 ons emas dan 1,05 juta ons perak berdasarkan sumber daya tereka.
Koordinator Jatam Merah Johansyah mengatakan, izin wilayah tambang tersebut berpotensi “menenggelamkan” pulau tersebut. “Di pulau kecil seperti Sangihe, semuanya terbatas, air tawar terbatas, ekologi terbatas. Kalau setengah pulau jadi wilayah tambang, tenggelam itu pulau dalam kerusakan,” kata Merah.
Salah seorang warga Sangihe, seorang ibu rumah tangga, Elbi Pieter turut menyuarakan penolakan terhadap rencana penambangan emas di tempat tinggalnya. Ia membayangkan jika perusahaan tambang beroperasi di tanah kelahirannya, maka air laut akan tercemar, air minum menjadi beracun, perkebunan dan perbukitan lenyap, serta mata pencaharian penduduk yang mayoritas nelayan hilang.
“Kami tidak percaya janji-janji kesejahteraan, kami hidup bukan dari hasil perusahaan, tapi karena keringat dan kerja keras masyarakat di tempat ini,” katanya.
TMS kini tengah melakukan negosiasi pembebasan lahan dengan warga. Tanah milik warga yang terdampak tambang ditawar Rp 5.000 per meter oleh perusahaan.
Sementara itu, Manager Tambang PT TMS Bob Priyo Husodo memiliki pandangan berbeda terkait penolakan warga dan potensi kerusakan yang akan ditimbulkan jika perusahaan beroperasi.
“Situasi di desa kami (lingkar tambang) aman sebenarnya, itu ada yang mempolitisir. Tapi sudahlah, prinsipnya kami akan fokus pada pembebasan lahan, kami mendekati satu per satu (warga) untuk pembebasan lahan. Semuanya positif, dukungan masyarakat mengalir,” kata Bob.
Ia mengakui ada warga lingkar tambang di Bowone dan Patimbas yang masih ragu dan menolak, tapi mayoritas dari mereka mendukung aktivitas tambang. “Lalu yang perlu ditekankan, luasnya bukan 42.000 hektare, tapi hanya 65,48 hektare (yang rencananya digunakan untuk pertambangan). Jadi tidak akan mengganggu dan berdampak seperti yang disebut-sebut. Kami menilai ada politisasi di sini,” ujar Bob. [wip]