(IslamToday ID) – Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19, Lembaga Eijkman dan dr Terawan Agus Putranto membahas hambatan yang dihadapi dalam mengembangkan Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara.
Dalam kesempatan tersebut, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menegaskan Indonesia tidak boleh bergantung pada impor vaksin terus menerus. Apalagi di saat yang sama anak bangsa mampu mengembangkan vaksin dalam negeri.
“Kita tidak boleh bergantung pada impor vaksin terus menerus, di saat anak bangsa mampu mengembangkan vaksin dalam negeri,” kata Eddy, Rabu (16/6/2021), seperti dikutip dari Tribunnews.
“Melalui forum ini Komisi VII DPR RI memberikan dukungan penuh dan akan mengawal secara seksama agar Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara dapat segera dipercepat uji klinisnya dan memasuki fase produksi dalam tenggat waktu yang tidak terlalu lama lagi,” tambahnya.
Eddy Soeparno yang juga Sekjen DPP PAN ini meminta agar Lembaga Eijkman diberi anggaran yang lebih instrumental karena Vaksin Merah Putih identik dengan kemandirian dan kedaulatan vaksin bagi Indonesia.
“Minimnya dana riset dan pengembangan Lembaga Eijkman serta anggaran yang belum turun secara utuh harus diatasi agar produksi Vaksin Merah Putih bisa disegerakan,” katanya.
Untuk Vaksin Nusantara, Eddy menyoroti persoalan yang dihadapi penggagasnya dr Terawan Agus Putranto yang terhambat melaksanakan uji klinis tahap III karena adanya pembatasan dari sejumlah lembaga negara.
“Mengapa penelitian untuk mengembangkan Vaksin Nusantara yang berbasis dendritik distop? Padahal kita justru harus mendorong riset tersebut karena berpotensi melahirkan vaksin dalam negeri, sebagaimana halnya Vaksin Nusantara,” jelas Eddy.
“Oleh karena itu, Komisi VII DPR RI akan menggagas rapat gabungan dengan komisi dan para mitra terkait untuk mengurai hambatan-hambatan yang terjadi saat ini dalam rangka pengembangan dan produksi massal dari vaksin hasil kreasi anak bangsa,” pungkasnya.
Sementara, Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menganggap riset vaksin Covid-19 terkesan dihambat. Ia pun curiga adanya mafia impor di balik ini.
“Kesan saya untuk vaksin dalam negeri dihambat. Ya terbukti dengan yang resmi saja, apalagi yang tidak resmi Pak Terawan (penggagas Vaksin Nusantara). Itu terhambat, ya, lagi-lagi mafia impor barangkali. Ini kita nggak boleh suuzan, tapi ada indikasi ke sana,” kata Sugeng seperti dikutip dari Moeslim Choice.
Kesan dihambat itu, kata Sugeng, salah satunya tambahan anggaran Vaksin Merah Putih yang diajukan Lembaga Eijkman sebesar Rp 7 miliar pada Januari lalu yang belum cair hingga saat ini. Ia menilai hal itu menunjukkan ketidakseriusan riset vaksin anak bangsa.
“Bayangkan kalau Eijkman, apa, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid mengalami hambatan karena persoalan dana dan sebagainya, yang menunjukkan itu ketidakseriusan, maka ketergantungan impor, impor, dan impor selalu kita hadapi,” katanya.
Singgung Impor Alkes
Lebih lanjut Sugeng kemudian menyinggung impor alat kesehatan (alkes) yang seharusnya bisa diproduksi dalam negeri. Salah satunya adalah ventilator.
“Mungkin Pak Terawan juga pernah di Departemen Kesehatan. Suatu ketika kami melakukan rapat lintas komisi untuk membedah bagaimana sinyalemen bahwa ada mafia alkes misalnya, satu hal misalnya waktu itu bagaimana itu bukan obat mujarab satu-satunya adalah ventilator, yang notabene bisa dibuat dan bisa diproduksi oleh anak bangsa, tetapi tetap saja itu lebih pada impor dan impor,” ujarnya.
“Kalau kita compare harganya jauh sekali dengan fitur yang sedemikian lengkap saja di dalam negeri itu harganya Rp m75 juta, tapi kalau impor itu sampai Rp 200-an juta, padahal fungsinya sama.”
Politikus NasDem itu menilai proses produksi alat kesehatan dalam negeri itu juga melalui proses yang panjang. Ia menilai hal itu mengarah pada mafia impor.
“Saya menemui kasus bahwa itu yang sudah diproduksi pun harus melalui proses yang sedemikian rupa supaya bisa dipakai di RSUD. Sehingga kita semua memang secara samar itu, jangan-jangan memang ada mafia-mafia itu, mafia impor maupun mafia alat kesehatan, sekarang adalah mafia vaksin. Indikasinya ada kok, bahwa kalau kita lihat Eijkman kok belum turun itu yang diajukan dananya, dan seterusnya. Padahal dana merupakan faktor yang sangat penting,” kata Sugeng.
Komisi VII, kata Sugeng, akan senantiasa mendukung produk vaksin dalam negeri. Ia mengatakan produksi vaksin dalam negeri harus diutamakan.
“Komisi VII akan terus mendorong bagaimana produk-produk vaksin anak bangsa ini menjadi produk pertama bagi penyelesaian-penyelesaian persoalan Covid ini. Jadi impor itu adalah substitusi, jadi jangan dibalik. Impor itu adalah substitusi saja, yang utamanya justru kita akan dorong,” katanya.
Sugeng menambahkan, Komisi VII juga mendukung Vaksin Nusantara yang digagas oleh dr Terawan Agus Putranto. Namun ia meminta riset disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
“Kedua kita tidak boleh menganaktirikan siapapun, termasuk Vaksin Nusantara ini. Kita minta pemerintah dan negara membiayai. Bahwa secara metodologi dan sebagainya tolong menyesuaikan Pak Terawan, ada parameter yang disyaratkan, misalnya BPOM bagaimana dan sebagainya. Tetapi ingat, ingat, negara bukan menjadi alat birokrasi yang menghambat. Negara itu justru memfasilitasi kreativitas anak bangsa,” lanjutnya. [wip]