(IslamToday ID) – Baliho atau billboard bergambar politikus nasional marak menghiasi tempat-tempat strategis hampir di seluruh kota di Indonesia.
Ada empat wajah politikus yang mulai kerap dilihat masyarakat. Mereka adalah Ketua DPR RI Puan Maharani, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Baliho Puan digambarkan mengenakan kebaya merah khas warna PDIP dengan penulisan statusnya sebagai Ketua DPR RI. Tulisan ‘Kepak Sayap Kebhinekaan’ juga disematkan dalam baliho itu.
Sementara baliho yang memuat Airlangga, tampak berlatar belakang warna kuning. Airlangga mengenakan kemeja putih. Tagline ‘Kerja untuk Indonesia’ disematkan di sisi kiri atas baliho. Selain itu tertulis pula ‘Airlangga Hartarto 2024’.
Beda lagi dengan baliho Cak Imin, sapaan akrab Muhaimin Iskandar. Wajah tersenyumnya menghiasi baliho dengan tagline ‘Padamu Negeri Kami Berbakti’. Di bawah wajah Cak Imin, tertulis ‘Gus Muhaimin 2024’.
Terakhir, baliho bergambar AHY yang notabene anak dari mantan Presiden SBY. Mengenakan baju hitam lengan panjang dan berpeci hitam, AHY berpose hormat bendera. Ada tulisan “SIAP” pada baliho yang bertebaran itu.
Politikus PDIP Hendrawan Supratikno mengatakan baliho bergambar Puan dipasang secara spontan oleh masing-masing kader banteng.
“Yang billboard itu gotong-royong anggota DPR. (Billboard) yang lain spontanitas kader dan relawan,” ujarnya seperti dikutip dari Tribunnews, Senin (2/8/2021) lalu.
Bantahan juga disampaikan Hendrawan bahwa baliho tersebut dipergunakan untuk kampanye Pilpres 2024. Sebab kapasitas Puan dalam baliho adalah Ketua DPR RI.
“Tekanan narasi dalam billboard, dan lain-lain itu bukan kampanye politik, tetapi kampanye kebersamaan, persatuan, dan kemanusiaan. Billboard, baliho, spanduk, dan sebagainya itu dalam kapasitas sebagai Ketua DPR,” katanya.
Bertolak belakang dengan pernyataan Hendrawan, Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudyatmo mengungkap pemasangan baliho Puan di sudut Kota Solo bukan atas inisiatifnya.
Rudy bahkan mengaku tak tahu menahu siapa yang memasang baliho bergambar putri Megawati Soekarnoputri itu dan menegaskan tak ada instruksi.
“Itu langsung dari tim beliau, saya tidak memasang. Tidak ada komunikasi ke kami, tiba-tiba sudah ada yang memasang seperti itu. Tidak ada instruksi,” ujar Rudy, Rabu (4/8/2021).
Beda dengan PDIP, Partai Golkar justru membenarkan pemasangan baliho Airlangga Hartarto untuk menyongsong Pilpres 2024.
Bahkan, instruksi pemasangan baliho Airlangga dituangkan dalam Surat Perintah Partai Golkar No: Sprin- 23 /DPP/GOLKAR/VII/2021 yang diterbitkan pada 3 Juli 2021.
“Ini merupakan hasil dari Rapimnas dan Rakernas Partai Golkar bulan Maret 2021 yang lalu. Dalam Rapimnas dan Rakernas itu disebutkan bahwa setiap jajaran struktural Partai di berbagai tingkatan dan anggota Fraksi Partai Golkar di berbagai tingkatan berkewajiban untuk mensosialisasikan Ketua Umum Partai Golkar kepada masyarakat,” ujar Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily.
Ace membantah bahwa Partai Golkar tidak peka terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat di tengah pandemi Covid-19.
Meski pandemi Covid-19 masih berlangsung, Ace menegaskan Partai Golkar sebagai partai politik harus terus bekerja mengkonsolidasikan menuju 2024 nanti.
Tak sekadar bekerja menjalankan peran kenegaraan, menurutnya, Partai Golkar harus turut menjalankan tugas kepartaian.
“Mengkonsolidasikan kekuatan partai, melakukan pendidikan politik, merapatkan barisan dan memastikan agar kader-kader Partai Golkar lebih terkonsolidasi hingga ke bawah,” katanya.
Terkait dengan baliho Cak Imin, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid menegaskan instruksi pemasangan baliho bukan dari Cak Imin. Jazilul mengatakan dirinya justru tak tahu inisiatif pemasangan baliho tersebut datang dari siapa.
“Soal baliho, saya pastikan bukan intruksi Ketum PKB. Bahkan saya pun malah tidak tahu menahu itu inisiatif siapa, tujuannya apa dan siapa yang memasang,” ujarnya.
Jazilul menyampaikan Cak Imin justru mengeluarkan maklumat agar jajarannya fokus turun membantu masyarakat terdampak pandemi Covid-19. Ia pun meminta seluruh kader PKB fokus pada instruksi Cak Imin.
“Gus Muhaimin Ketum PKB, mengeluarkan maklumat agar seluruh jajaran ikut turun membantu masyarakat terdampak pandemi Covid. Rakyat diutamakan,” jelas Jazilul.
“Hemat saya, agar jajaran PKB di setiap tingkatan konsisten pada instruksi Ketum PKB untuk melayani yang sedang kesulitan. Pilpres masih jauh, kita layani dulu masyarakat,” tambahnya.
Bidik Popularitas dan Elektabilitas
Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan pemasangan baliho oleh politikus tak bisa dipisahkan dari upaya mendongkrak popularitas dan elektabilitas. Apalagi, nama-nama yang muncul di baliho tersebut santer dikabarkan ingin maju berkontestasi di Pilpres 2024.
“Ini bagian dari sosialisasi yang dilakukan untuk kepentingan meningkatkan popularitas dan elektabilitas mereka. Kita tahu mereka berkeinginan untuk maju sebagai Capres atau Cawapres di Pilpres 2024 nanti,” kata Ujang.
“Jadi mereka sudah bergerak pasang baliho dimana-mana. Fenomena memperkenalkan diri sejak dini ke publik. Harapannya publik semakin familier dengan mereka,” imbuhnya.
Pemasangan baliho tidaklah dilarang, hanya saja Ujang mengatakan timing pemasangannya tidak tepat di tengah pandemi Covid-19. Menurutnya, pemasangan baliho tersebut berpotensi mendapatkan nyinyiran publik atau olok-olok rakyat karena dianggap tak sensitif atas penderitaan rakyat.
“Seharusnya sosialisasi baliho tersebut direm dulu, distop dulu. Rakyat sedang sulit, banyak yang nggak bisa makan dan rakyat juga tak butuh baliho. Artinya dana-dana untuk pasang baliho lebih baik digunakan dulu untuk membantu masyarakat yang terdampak Covid-19,” katanya.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengingatkan bahwa pemasangan baliho jika tak disertai dengan komunikasi politik yang benar justru akan kontraproduktif.
“Publik bukannya akan suka, namun sebaliknya jadi sebal. Buktinya, baliho itu jadi cibiran bukan sanjungan. Karenanya, komunikasi dan kerja politik jadi penting untuk menerjemahkan baliho-baliho itu,” kata Adi.
Salah satu caranya, kata Adi, elite yang memasang baliho mesti berani juga menginstruksikan agar partainya menjadi sandaran bagi masyarakat yang terdampak pandemi.
Sebab, apabila tak dibarengi kerja politik terukur, baliho yang diniatkan mengerek elektabilitas hanya akan gagal, karena tak bisa merebut hati masyarakat.
“Baliho pastinya diniatkan untuk pencapresan, sebab baliho itu fenomena politik, bagian strategi pemasaran. Tujuannya tak mungkin normatif dan tak mungkin untuk hal ilmiah. Tujuannya pasti ingin dikenal orang,” jelas Adi.
Butuh Makan Bukan Baliho
Maraknya baliho bergambar tokoh-tokoh politik juga mendapat cibiran dari kalangan mahasiswa. Seperti yang dilakukan mahasiswa di Pekalongan, Jawa Tengah. Sebuah video yang dibagikan oleh akun Twitter @ChusnulCh pada Rabu (4/8/2021), terlihat sejumlah mahasiswa tampak membagi-bagikan sedekah kepada ojek online, tukang tambal ban, tukang becak, dan lain-lain.
Aksi tersebut dilakukan sembari membawa tulisan yang berisi sindiran kepada sejumlah tokoh politik. Para mahasiswa Pekalongan itu berharap aksi mereka dapat didengar oleh para tokoh politik.
Mereka tampak membawa sebuah papan yang dipasang di dada. Papan tersebut berisi tulisan sindiran untuk politisi dari berbagai partai.
Mereka memberikan sindiran keras tentang pemasangan baliho yang kini sedang marak. Menurut mereka, pemasangan baliho besar-besaran tersebut tidak terlalu penting.
Mereka memberikan sentilan kepada para politisi mengenai keadaan rakyat yang lebih membutuhkan. Menurut mereka, para politisi lebih baik memberikan uang kepada rakyat daripada membuat baliho.
“Bapak ibu pejabat politisi, daripada kalian uangnya untuk membuat baliho mending diberikan kepada rakyat karena rakyat butuh makan bukan baliho,” ujar salah seorang mahasiswa dalam video tersebut seperti dikutip dari Suara.com.
Aksi mahasiswa Pekalongan tersebut mendapatkan perhatian dari warganet. “Baliho cuma menampilkan wajah, kami butuh prestasi untuk ditampilkan,” balas warganet.
“Daripada pasang baliho ratusan ribu mending bantu bantu yang isoman lebih manfaat,” tulis warganet.
“Padahal masih 3 tahun lagi,” timpal warganet.
“Lomba pajang baliho,” komentar warganet lainnya. [wip]