IslamToday ID — Mural yang diduga mirip dengan Jokowi viral di media sosial. Mural ini diduga menghina Presiden Jokowi.
Aparat setempat pun mengambil langkah untuk menghapus mural tersebut.
Selain itu, seniman yang menggambar mural itu pun juga diburu oleh aparat negara.
Terkait hal itu, ahli hukum pidana Dr Mhammad Taufiq SH,MH, menilai kasus ini tidak bisa dikatakan sebagai sebagai unsur tindak pidana.
Menurutnya kasus ini termasuk delik aduan, dimana delik aduan tersebut hanya berlaku jika presiden yang merasa dirugikan membuat pengaduan ke kepolisian.
“Lukisan mural yang dihapus oleh beberapa anggota kepolisian menurut saya itu tidak ada unsur pidananya, yang harus dipahami oleh masyarakat bahwa pasal penghinaan kepada Presiden itu berdasarkan putusan mahkamah Konstitusi tahun 2006 khususnya pasal 134 itu sudah dianggap sebagai delik aduan,” kata Taufiq saat dihubungi IslamToday ID, Minggu (15/08/2021).
Selain itu, Taufiq juga mengatakan bahwa gambar yang berada di mural tersebut belum tentu Presiden Jokowi, sehingga pihak polisi tidak dapat mempidana kasus ini.
Meskipun begitu, ia tak menampik bahwa kasus ini dapat dilaporkan dengan pasal penghinaan, namun pelaporan nya harus sesuai dengan aturan delik aduan. Yaitu harus melalui orang yang bersangkutan, bukan dari pihak aparat.
“Jadi sebagai ahli pidana sama sekali enggak ada unsur pidananya karena tidak menyebut menyebut siapapun kok ya, walaupun itu penghinaan pasalnya, juga tidak bisa dikenakan pasal ITE tapi penghinaan secara tertulis 310 ,311 ( pasal 310 dan 311 KUHP) dan itu orang yang mengadu harus presiden sendiri atau siapapun yang merasa itu gambarnya,” jelasnya.
Taufiq juga menilai penghapusan terhadap mural yang bersifat kritik itu adalah suatu sikap paranoid atau ketakutan akibat kritikan seseorang.
“Saya lebih melihat itu sikap-sikap ketakutan ya atau orang sering menyebut parno paranoid,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya Sejumlah mural di beberapa daerah yang mengandung kritik dihapus oleh aparat. Seperti Mural ‘Jokowi 404: Not Found’ di sekitar wilayah Batuceper, Kota Tangerang .
Kemudian, Mural ‘Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit’ di Kabupaten Pasuruan. Dan Mural ‘Tuhan Aku Lapar’ di Tigaraksa.
Suara Seniman
Seniman Muda, Shane Tortilla, menyebut sudah banyak seniman yang menyinggung isu sosial dan politik dalam karya mereka.
Ia mengaku akhir-akhir ini banyak karya yang menyinggung pemerintah yang dihapus.
“Beberapa waktu lalu saya dapat kabar dari seniman di NTT karyanya dihapus karena menyinggung pemerintah. Nah, ini merupakan fenomena yang menjadi sorotan publik,” kata Shane, dikutip dari Republik, Senin (16/08/2021).
Menurut dia, mural merupakan cara untuk menumpahkan opini individu atau kelompok dan mengerahkan opini tersebut ke masyarakat. Dan biasanya cara ini berhasil mendapat perhatian publik.
Penulis Kanzun