(IslamToday ID) – Pengamat politik Rocky Gerung menilai langkah melaporkan dua putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke KPK yang dilakukan oleh dosen UNJ Ubedilah Badrun dalam rangka untuk membuka kotak pandora.
Menurut Rocky, apa yang dilakukan Ubed, panggilan akrab Ubedilah Badrun, telah mewakili kegelisahan masyarakat.
“Ya ini betul-betul Ubed mewakili kegelisahan kita tentang status dari keluarga presiden sebetulnya, dan kalau yang melaporkan adalah LSM atau kelompok tertentu mungkin dianggap dendam,” ujarnya seperti dikutip dari Law-Justice, Rabu (12/1/2022).
Rocky membeberkan bahwa Ubed tentunya memahami tentang etika publik, sehingga melaporkan Gibran dan Kaesang. “Ubed ini adalah doktor di bidang sosiologi, paham tentang etika publik. Jadi dia mengerti kenapa dia harus laporkan, karena itu bertentangan dengan public ethics yang selama ini orang duga ‘Kok ada insider trading tapi orang semacam Sri Mulyani diam, dugaan itu diterangkan secara eksplisit bahkan oleh media internasional kok menteri-menteri utamanya diam?’,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa sebagai dosen, Ubed merasa terganggu sehingga berani mengambil risiko. “Jadi Ubed sebagai dosen, dia terganggung ethics-nya itu, karena itu diambil risiko,” kata Rocky.
Ubed pun telah terlibat di dalam banyak peristiwa politik, sehingga memahami mengapa reformasi saat ini memburuk.
“Dia terlibat di dalam banyak peristiwa politik, jadi dia paham mengapa reformasi ini akhirnya memburuk karena permainan yang sering kita sebut nepotisme. Nah anak presiden ada di dalam wilayah itu sekarang,” tutur Rocky.
Oleh karena itu, Ubed dinilai ingin mengingatkan kembali bahwa reformasi memiliki janji untuk menghilangkan nepotisme.
“Kita mesti anggap bahwa Ubed membuka kotak pandora, supaya yang lain paham bahwa negeri ini sedang disiksa oleh kebijakan yang oligarkis dan masuk ke dalam nepotisme baru,” jelas Rocky.
Sebelumnya, Ubedilah Badrun melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK pada Senin (10/1/2022).
“Jadi, laporan ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dan atau tindak pidana pencucian uang berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan,” tutur Ubed dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.
Ubed mengaku kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan, yaitu PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan. Perusahaan tersebut sudah dituntut oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun. Akan tetapi dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
“Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM,” ujar Ubed.
Ia mengatakan dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura yang jumlahnya kurang lebih Rp 99,3 miliar.
“Setelah itu kemudian anak presiden membeli saham di sebuah perusahaan dengan angka yang juga cukup fantastis, Rp 92 miliar dan itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden,” ujarnya. [wip]