(IslamToday ID) – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membuka identitas 198 pondok pesantren (ponpes) yang disebut terafiliasi dengan kelompok teroris.
Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi mengaku khawatir pernyataan BNPT menimbulkan stigma buruk bagi pondok pesantren. Oleh karena itu, ia meminta BNPT membuka daftar pesantren yang diduga berkaitan dengan terorisme agar tidak simpang siur.
“Kalau tidak diberikan penjelasan, kita ikut kena getahnya. Orang jadi takut ke pesantren karena dianggap jadi teroris. Padahal, pesantren kami jamin 100 persen garansi, tidak ada pesantren NU yang terlibat terorisme,” kata Gus Fahrur seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (28/1/2022).
Ia menyampaikan ada sekitar 20.000 pondok pesantren yang dinaungi NU dan yakin tak ada satu pun yang terlibat terorisme. Menurutnya, prinsip dasar pesantren NU adalah tidak boleh melawan pemerintah yang sah meski pemerintahannya buruk.
Ia menduga pondok pesantren yang dimaksud BNPT adalah pesantren di luar naungan NU. Fahrur menyebut saat ini banyak orang menyewa rumah di perumahan lalu menjadikannya pesantren.
Fahrur menyarankan pemerintah untuk melakukan penertiban pendirian pesantren. Ia tidak ingin lembaga yang selama ini berperan membangun bangsa menjadi tercoreng karena ada yang mengatasnamakan pesantren.
“Kemenag harus membuat regulasi tidak semua boleh jadi pesantren, harus ada syarat-syaratnya. Ada masjid, ada pesantren, ada kiai, ada lembaga. Sekarang ini saya lihat ada orang satu rumah sudah disebut pesantren,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BNPT Boy Rafli Amar menyebut ada 198 pondok pesantren terafiliasi dengan terorisme. Ia menyampaikan 11 pesantren terafiliasi dengan jaringan organisasi teroris Jamaah Anshorut Khilafah (JAK), 68 pesantren terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah (JI), dan 119 pesantren terafiliasi dengan Anshorut Daulah atau simpatisan ISIS.
“Kami menghimpun ponpes yang kami duga terafiliasi dan tentunya ini juga merupakan bagian dari upaya-upaya dalam konteks intel pencegahan yang kami laksanakan di lapangan,” ucap Boy pada rapat dengan Komisi III DPR, Selasa (25/1/2022).
Di tempat yang lain, BNPT menyatakan terdapat lima provinsi di Indonesia yang dipantau terkait pencegahan penyebaran ideologi radikalisme dan terorisme. Tidak semuanya berada di Pulau Jawa.
“Yang menjadi prioritas BNPT di tahun 2021 dan 2022 ini adalah lima daerah. Pertama adalah Jawa Barat, Jawa Timur, kemudian Jawa Tengah, di NTB, kemudian Sulawesi Tengah,” kata Direktur Pencegahan BNPT Ahmad Nurwakhid.
Ia menjelaskan lima wilayah tersebut perlu mendapat perhatian lebih lantaran memiliki indeks potensi radikalisme yang tergolong tinggi. Lima wilayah tersebut juga menyumbang pelaku teror di Indonesia yang begitu banyak.
“Daerah tersebut berpotensi untuk mengembangkan program sinergitas di dalam rangka deradikalisasi. Baik itu terhadap mantan napiter, maupun terhadap mereka yang sedang dalam tahanan,” tambahnya.
Oleh sebab itu, BNPT melakukan serangkaian upaya pemantauan di provinsi yang menjadi fokus tersebut. Diiringi dengan program deradikalisasi, kesiapsiagaan nasional, hingga pengembangan program Kawasan Terpadu Nusantara (KTN) yang diperuntukkan bagi mantan napiter dan lainnya.
Terkait ratusan ponpes yang terafiliasi dengan kelompok teroris, Nurwakhid belum merinci lebih lanjut mengenai lokasi ataupun titik-titik wilayah dari 198 ponpes yang dimaksud. Menurutnya, informasi tersebut merupakan data intelijen yang tak bisa menjadi konsumsi publik.
Ia mengatakan BNPT membeberkan data dalam forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR RI sebagai bentuk akuntabilitas kerja. Menurutnya, jika informasi tersebar ke publik maka hal itu menjadi peringatan kepada masyarakat bahwa radikalisme dan terorisme menjamur sehingga harus diwaspadai.
“Yang benar-benar dari bagian teror itu dari data intelijen kami. Kecuali pesantren itu sudah terbukti secara hukum dan dapat vonis pengadilan, baru dipublis,” jelasnya. [wip]