(IslamToday ID) – Komisi IV DPR RI mengkritisi persoalan penyaluran pupuk bersubsidi dan meminta pemerintah memperbaiki pendataan agar tepat sasaran dan tepat waktu.
DPR juga menyoroti aksi penyelewengan pupuk di daerah, dan mencecar ketidaksiapan Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC) yang belum memiliki sistem penelusuran barang (product tracking).
Karena itu, Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa mengusulkan pemerintah mengubah kebijakan pupuk nasional. Dengan membiarkan mekanisme pasar yang bekerja.
Mekanisme pasar dimaksud adalah dengan menyalurkan subsidi langsung kepada petani yang berhak, yaitu dengan lahan kurang dari 2 hektare (ha).
“Uang diterima langsung kepada petani. Biarkan mereka yang membeli langsung pupuknya dengan harga pasar. Dengan begitu, perusahaan swasta yang selama ini sulit masuk ke program pupuk bersubsidi bisa ikut. Dengan begitu, terjadi mekanisme pasar. Produsen pupuk akan berlomba maksimal menyediakan pupuk di pasar,” kata Andreas seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (4/2/2022).
Untuk merebut hati petani, lanjutnya, produsen juga akan berlomba memproduksi pupuk dengan kualitas bagus dan harga semakin murah.
“Dari sisi kualitas, pupuk bersubsidi dan nonsubsidi itu berbeda. Dengan transfer langsung, petani bebas. Produsen juga bisa lebih maksimal. Otomatis semua persoalan itu (masalah pembayaran oleh pemerintah) bisa terselesaikan,” kata Andreas.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil memaparkan, hasil tindak lanjut rekomendasi tim Panja Pupuk Bersubsidi Komisi IV DPR, penerima pupuk adalah petani dengan lahan kurang dari 2 hektare, untuk komoditas padi, jagung, kedelai, cabai, bawang merah, bawang putih, tebu rakyat, kopi rakyat, dan kakao rakyat. Jenis pupuk subsidi adalah urea dan NPK.
“Untuk anggaran pupuk bersubsidi tahun 2022 adalah 9.118.057 ton dengan anggaran Rp 25,27 triliun. Sementara alokasi di tahun 2021 adalah 8.776.847 ton. Pasokan pupuk memang kurang dari pengajuan yang mencapai 24 juta ton,” kata Ali.
Jika mengacu alokasi anggaran subsidi 2022, imbuh Andreas, jika terjadi kebocoran 20 persen di lapangan, artinya uang pemerintah raib sekitar Rp 5 triliun.
“Kalau transfer langsung kan semua uang yang Rp 25 triliun itu masuk ke petani. Belum lagi, kebutuhan di lapangan itu dua kali lipat dari alokasi subsidi. Nah, nanti biar petaninya yang memutuskan pembelian pupuknya,” ujarnya.
Saat dicecar Komisi IV terkait kasus-kasus penyelewengan pupuk bersubsidi di lapangan, PIHC mengatakan, aksi curang paling memungkinkan terjadi di tingkat kios. “Dari kasus yang kami sedang tangani kebocoran itu terjadi di kios, itu dari data yang kami terima,” kata Direktur Pemasaran PIHC Gusrizal.
Menanggapi hal itu, Andreas mengatakan, penyelewengan subsidi bisa terjadi di semua lini distribusi.
“Tidak mungkin hanya di kios, mulai dari pabrik pasti ada kebocoran. Sudahlah, nggak usah menyalahkan pengawasan dan sistem. Setiap ada disparitas harga cukup tinggi, sudah tentu ada yang memanfaatkan. Itu namanya pemburu rente. Dan ini nggak hanya di Indonesia. Tapi, tempat yang menggunakan mekanisme seperti kita, subsidi diberikan di input,” kata Andreas.
Karena itu, ujarnya, transfer langsung adalah kebijakan solusi strategis. “Dengan transfer langsung, karut-marut pupuk nasional bisa diselesaikan,” pungkas Andreas. [wip]