(IslamToday ID) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan tidak semua barang atau jasa terdampak tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 11 persen mulai 1 April 2022.
Menurutnya, pemerintah tetap mengecualikan beberapa barang atau jasa yang dibutuhkan warga dari pengenaan PPN. Beberapa barang atau jasa tertentu pun hanya dikenakan tarif PPN sebesar 1 persen, 2 persen, atau 3 persen.
“Supaya tidak kena (tarif PPN) 11 persen, diberikan kemungkinan untuk mendapat tarif yang hanya 1, 2, dan 3 persen. Jadi bahkan enggak 10 persen. Turun menjadi 1-3 persen, itu konsep keadilan,” kata Sri Mulyani dalam ‘Talkshow Spectaxcular’ di Jakarta, Rabu (23/3/2022).
Dalam UU HPP, tarif 1 persen hingga 3 persen diberikan kepada jenis barang atau jasa tertentu atau sektor usaha tertentu melalui penerapan tarif PPN final dari peredaran usaha.
Sementara itu, PPN 0 persen diberikan kepada barang atau jasa yang dianggap sangat dibutuhkan masyarakat, yakni kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya.
Tercantum dalam pasal 16B dan pasal 4A UU HPP, ada 15 barang/jasa yang tak kena PPN alias tarif PPN 0 persen.
Barang atau jasa tersebut ialah jenis makanan dan minuman tertentu, uang dan emas batangan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan pemerintah, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering.
Kemudian, tarif PPN 0 persen juga diterapkan pada ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak.
“Kalau kita sebutkan (contohnya) seperti beras. Tapi ada beras yang sangat premium, ada beras yang biasa, itulah yang kita sampaikan, yang kebutuhan bahan pokok masyarakat kita bebaskan PPN-nya,” ucap Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menegaskan, tarif PPN 11 persen jauh lebih rendah dibanding tarif PPN di rata-rata negara di dunia yang mencapai 15-15,5 persen.
Kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen disebutnya tidak berlebihan, meski masih jauh lebih rendah dibanding tarif pajak di negara lain. Hal ini turut dipengaruhi oleh posisi Indonesia yang masih berkutat dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi.
“(Tarif) 11 persen persen tinggi enggak? Kalau kita lihat dibandingkan banyak negara-negara di G20, di OECD, maka kita lihat bahwa PPN rata-rata di negara tersebut sekitar 15 persen, 15,5 persen bahkan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan, kenaikan tarif semata-mata untuk membuat rezim pajak yang adil dan kuat. Ia tidak memungkiri, PPN dan PPh 21 persen adalah kontributor terbesar penerimaan pajak negara.
“Tapi untuk yang bahan kebutuhan pokok masyarakat, kita berikan either dibebaskan atau DTP (ditanggung pemerintah) atau dengan tarif yang jauh lebih kecil, yaitu 1, 2, dan 3 persen,” tandasnya. [wip]