(IslamToday ID) – Sekretaris Umum (Sekum) PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti turut bersuara perihal hilangnya kata ‘madrasah’ dalam Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Menurutnya, penghilangan kata madrasah di batang tubuh RUU itu akan makin memperlebar dikotomi pendidikan di Indonesia.
Ia mengatakan bab penjelasan dalam RUU tidaklah mengikat dan tidak satu kesatuan dengan batang tubuhnya, sehingga hal itu memang ada kesan bahwa madrasah tidak ada.
Ia kemudian membandingkan dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang masih berlaku saat ini. Yang mana di dalam undang-undang tersebut jelas disebut bahwa madrasah masuk dalam jenjang pendidikan formal atau setara dengan sekolah reguler.
“Di UU No 20 Tahun 2003 secara eksplisit menyebutkan bahwa jenjang pendidian formal itu ada pra sekolah yaitu TK dan RA, atau nama lain yang sejenis, kemudian pendidikan dasar terdiri atas SD atau MI, SMP atau MTs, kemudian SMA atau MA, kemudian SMK atau MA Kejuruan. Dan itu memang menjadi pasal-pasal penting yang berkaitan dengan adanya integrasi dan pengakuan secara legal konstitusional eksistensi madrasah di Indonesia,” ungkap Mu’ti dalam sebuah acara di TVOne, Senin (28/3/2022).
Sehingga, lanjutnya, penyebutan kata madrasah di UU No 20 Tahun 2003 itu menjadi bagian penting dalam mengatasi persoalan dikotomi pendidikan yang selama ini masih terjadi.
“Saya kira akan lebih bagus kalau misalnya madrasah itu masuk di dalam batang tubuh RUU, bukan di dalam penjelasan. Karena memang kedudukan dan penyebutan madrasah di dalam batang tubuh dengan di dalam penjelasan itu secara legal konstitusional maknanya akan sangat jauh berbeda,” ungkap Mu’ti. [wip]