(IslamToday ID) – Imam Masjid New York Amerika Serikat (AS) Shamsi Ali turut mengomentari pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD terkait haramnya mendirikan negara seperti nabi.
Shamsi Ali mengatakan pernyataan Mahfud sangat rancu dan menimbulkan kesalahpahaman. Menurutnya, harusnya dibalik bahwa umat Islam wajib mengikuti nabi dalam membangun negara.
“Logika dan narasi bahasa Prof @mohmahfudmd dalam menyebut negara dan nabi sangat rancu, menimbulkan kesalahpahaman. Ketika dikatakan membentuk negara seperti nabi, bukan berarti mengaku nabi lalu haram dan murtad. Sama kalau dikatakan: melakukan bisnis seperti nabi lakukan, nggak jadi nabi,” tulis Shamsi Ali di akun Twitternya @ShamsiAli2, Kamis (7/4/2022).
“Justru harusnya dibalik. Bahwa umat Islam wajib mengikuti nabi dalam membangun negara. Kata mengikuti ini kan bukan secara literal. Tapi pada semangat dan maqoshid. Ini positif dan sejalan dengan semangat: laqad kaana lakum fii Rasulillah uswah hasanah. Jadi narasi haram rancu dan misleading,” tambahnya.
Seperti diberitakan, Mahfud MD menyatakan haram hukumnya mendirikan sebuah negara layaknya pada zaman Nabi Muhammad SAW.
“Kita enggak bisa dan dilarang membentuk negara seperti yang dibentuk oleh nabi, enggak boleh. Haram hukumnya,” katanya saat ceramah Tarawih dengan tema ‘Titik Temu Nasionalis-Islam dan Nasionalis-Sekuler dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara’ di Masjid UGM, Sleman, DIY, Ahad (3/4/2022).
Mahfud mulanya menerangkan pembentukan sebuah negara dari perspektif Islam atau konstruksi fikihnya. Menurutnya, mendirikan negara adalah ajaran agama. “Karena apa, dulu nabi membuat negara,” tuturnya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Dalil kedua, menurut Mahfud, negara diperlukan agar masyarakatnya bisa beragama dengan baik. Dalil yang dimaksud adalah ma la yatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib.
“Jika satu kewajiban tidak bisa kamu laksanakan kalau tidak ada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu wajib kamu buat. Jika kewajiban beribadah kepada Allah kamu tidak bisa melakukan dengan baik kalau kamu nggak punya negara, maka mempunyai negara wajib hukumnya,” paparnya.
Oleh sebab itu pula, lanjut Mahfud, para ulama terdahulu membuat fatwa untuk terus memperjuangkan kemerdekaan demi diraihnya kebebasan dan kesempurnaan beragama. Mulai dari beribadah, naik haji, dan hak-hak lainnya.
“Lalu negaranya seperti apa? Kalau dalam hadis itu ‘Kutinggalkan padamu dua hal yang manakala kamu pegang kamu tak akan tersesat, yaitu Quran dan sunnah’, hadis. Artinya karena nabi membentuk negara maka kita juga harus membentuk negara, itu ajaran nabi,” imbuhnya.
Hanya saja, kata Mahfud, membentuk negara seperti yang dilakukan nabi kini tak lagi relevan.
“Karena negara yg dibentuk oleh nabi sumber hukumnya Allah dan nabi. Kalau ada apa-apa ini hukumnya turun dari Allah, ada peristiwa sesuatu nabi yang memutuskan ini hukumnya. Nah sekarang nggak ada lagi nabi. Oleh sebab itu sistem yang sekarang dibentuk nggak boleh seperti nabi,” urai Mahfud.
“Kalau ada hal baru, misalnya masalah perdagangan orang, masalah terorisme, ITE, itu enggak ada dulu. Sekarang kalau ada siapa yang buat, tanya ke nabi, nabi enggak ada, Allah, Allah enggak nurunkan lagi wahyu. Lalu siapa? Bentuk sistem negara menurut kebutuhan kita,” sambungnya. [wip]