(IslamToday ID) – Kasus mafia tanah yang menimpa artis Nirina Zubir akhirnya sampai ke meja hijau. Tak main-main, jumlah terdakwanya pun sampai lima orang. Dalam sidang perdana yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Selasa (17/5/2022), menghadirkan Nirina untuk memberikan keterangan.
Dalam kesaksiannya, Nirina menyampaikan kronologi terbongkarnya kasus mafia tanah yang merugikan keluarga besarnya hingga mencapai Rp 17 miliar tersebut. Kasus tersebut melibatkan dua orang bekas asisten rumah tangganya, serta tiga orang notaris yang dua di antaranya merupakan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
“Prosesnya berjalan lancar, saya sudah memberikan kesaksian dengan apa yang saya alami, ketahui, dan saya lihat sendiri. Tadi juga dari para hakim sudah mendengarkan cerita saya,” ujar Nirina seusai persidangan seperti dikutip dari Berita Satu.
Ia berharap beberapa aset milik Riri Khasmita, mantan ART ibundanya yang juga sekaligus terdakwa, dapat kembali diperiksa. Beberapa di antaranya seperti rumah hingga bisnis makanan beku, ada juga aliran dana lain yang diharapkan juga benar-benar ditelisik lebih lanjut.
“Memang bener-bener dari saya berharap bahwa aliran-aliran dana ini bener-bener ditelusuri. Yang kami ketahui bahwa dia punya rumah di Bukittinggi atau Sumbar, bahkan ada lebih dari satu. Semoga itu bener-bener ditelusuri. Kemudian tentang aliran dananya juga istilahnya dari Riri yang memiliki bisnis frozen food yang cabangnya banyak sekali sampai hari ini masih aktif. Saya juga ingin ditinjau lagi orang-orang yang menerima aliran dana,” ungkap Nirina.
Sementara itu pihak jaksa penuntut umum, Ibnu Suud, berencana kembali menyiapkan saksi tambahan untuk memperkuat gugatan dalam kasus mafia tanah ini. “Nanti kita simpulkan dari saksi-saksi, makanya kalau saksi-saksinya sudah kuat (saksi tambahan) baru kita simpulkan,” ujarnya.
Kasus mafia tanah yang menimpa keluarga Nirina Zubir memang bukanlah kasus pertama. Beberapa kasus serupa pernah terjadi dan menimpa beberapa orang. Salah satunya adalah keluarga mantan Dubes Indonesia untuk AS Dino Patti Djalal.
Di kasus ini, satu per satu terdakwa divonis bersalah, salah satunya NK (48) yang dihukum 3,5 tahun penjara. Hukuman itu tertuang dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) yang dilansir dari website-nya, Selasa (28/9/2021).
Bagaimana duduk masalah dan vonis kepada komplotan ini? Sengketa itu adalah sebuah rumah di kompleks Executive Paradise Cilandak Barat yang dimiliki ibu Dinno, Zurni Hasyim Djalal. Tanah yang disengketakan seluas 751 m2.
Karena Zurni sering di luar negeri, Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah itu dipercayakan atas nama keluarga dekatnya, Yurmisnawita.
Pada Oktober 2019, Zurni mau menjual rumahnya tersebut. Zurni menyuruh orang untuk dicarikan pembeli. Lalu FK berminat membeli rumah itu.
Pada November 2019, Zurni bertemu dengan calon pembeli, FK dan disepakati harga Rp 13 miliar. Untuk uang muka Rp 2 miliar dan sisanya Rp 11 miliar akan dibayar secara bertahap. Sebagai tanda jadi, FK mentransfer Rp 500 juta ke rekening Zurni.
Sebagai imbal baliknya, FK meminta SHM atas nama Yurmisnawita dengan alasan untuk dicek ke BPN. Zurni tidak curiga dan menyerahkan SHM itu ke FK.
FK menggunakan SHM atas nama Yurmisnawita itu untuk meminjam uang di sebuah koperasi di Marina, Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara. FK membuat drama seolah-olah ada yang berperan sebagai Yurmisnawati dan suaminya. Sejumlah dokumen sudah dipalsukan terlebih dahulu. Uang hasil pinjaman itu kemudian dibagi antara komplotan itu, yaitu FK mendapatkan Rp 2,3 miliar, LM Rp 600 juta, YP Rp 60 juta, AN Rp 10 juta, dan AG Rp 20 juta.
FK mencari orang yang mirip dengan Yurmisnawati dan suami. Lalu dibuat dokumen kependudukan aspal (asli tapi palsu) untuk bisa membaliknamakan SHM. FK juga merekayasa terbitnya AJB dengan bantuan NK, yang seolah-olah sebagai notaris. Kemudian didaftarkan di BPN Jaksel sehingga status AJB naik menjadi SHM atas nama FK dan terbit SHM pada 10 Januari 2020.
Aset Milik Pertamina
Kasus mafia tanah juga menimpa aset PT Pertamina di Jalan Pemuda, Jakarta Timur. Kejati DKI Jakarta pun turun tangan dengan menggandeng Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran dana ke sejumlah pihak terkait kasus itu.
Kasie Penegakan Hukum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam mengatakan, kerja sama dengan PPATK mengingat dari pembayaran ganti rugi senilai Rp 244,6 miliar atas dimenangkan gugatan perdata di pengadilan, ahli waris menerima setengahnya, dan sisanya uang itu mengalir ke sejumlah pihak terkait yang diduga menjadi bancakan.
“Ahli waris menerima uang ratusan miliar itu dari Pertamina, karena memenangkan gugatan perdata tanah milik PT Pertamina yang diajukan ke pengadilan. Namun para pihak terkait diduga ikut menerima aliran dana, itu sedang didalami penyidik,” kata Ashari, Selasa (26/4/2022).
Meski demikian, ia belum bisa menjelaskan secara rinci siapa saja pihak-pihak yang diduga menerima uang selain ahli waris dari almarhum RS Hadi Sopandi. Sebab masih dalam penyidikan untuk menemukan fakta hukum yang disertai alat bukti dan barang bukti dengan memeriksa sejumlah saksi.
“Saat ini, belum bisa dijelaskan atau disampaikan siapa saja pihak-pihak yang diduga menerima uang,” ujarnya seperti dikutip dari Suara.
Namun begitu, kata Ashari, penyidik Aspidsus Kejati DKI telah mempunyai sejumlah nama yang diduga menikmati bancakan dari uang yang dibayarkan oleh PT Pertamina setelah kalah di pengadilan, dan juru sita melakukan sita eksekusi atas pembayaran ganti rugi berdasarkan putusan pengadilan.
“Kami sudah mengetahui nama-nama pihak yang menerima, tapi itu harus disesuaikan dengan keterangan saksi-saksi dan barang bukti yang dimiliki,” tuturnya.
Lebih lanjut dikatakannya, adanya kerugian keuangan negara karena pihak Pertamina telah menggelontorkan uang mencapai ratusan miliar.
“Kerugian negara karena uang Pertamina sebesar Rp 244,6 miliar sudah dikeluarkan atau disita oleh juru sita pengadilan, dan diberikan kepada ahli waris,” ucapnya.
Ashari menegaskan bahwa berdasarkan hasil penyidikan sementara, diduga ada pihak-pihak lain yang turut kecipratan uang dari Pertamina tersebut.
“Oleh karena itu, Kejati DKI bekerja sama dengan PPATK untuk mengungkap para pihak yang menerima uang diluar ahli waris, dan juga yang ikut kongkalikong dalam kasus dugaan korupsi mafia tanah,” ucapnya. [wip]