ISLAMTODAY ID— Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia tidak hanya dihebohkan dengan persoalan siapa calonnya. Namun juga pada persoalan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden.
Presidential Threshold menurut penjelasan Dwi Rianisa Mausili dalam Anomali Presidential Threshold dalam Sitem Pemerintahan Indonesia: Reduksi Parlementer dalam Sistem Presdensil Indonesia berdasarkan Kamus Besar Bahasa Inggris dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Presidential Threshold diambil dari kata president yang berarti kepala eksekutif suatu bangsa khususnya di pemerintahan sistem demokrasi.
Sementara kata threshold berarti ambang pintu atau ambang batas. Lebih lanjut dijelaskan dalam KBBI, ambang batas ialah tingkatan batas yang masih bisa diterima atau di toleransi.
Dwi menambahkan pengertian presidential threshold menurut Sigit Pamungkas dalam Perihal Pemilu ialah pengaturan tingkat ambang batas dukungan dari DPR berdasarkan perolehan jumlah kursi dalam pemilu. Aturan tersebut digunakan dalam rangka untuk menentukan partai yang bisa mencalonkan presiden.
“Ambang batas dukungan dari DPR, baik dalam bentuk jumlah perolehan suara (ballot) atau jumlah perolehan kursi (seat) yang harus diperoleh partai politik peserta pemilu agar dapat mencalonkan Presiden dari partai politik tersebut atau dengan gabungan partai politik,” ungkap Dwi.
Alasan Penerapan
Penerapan presidential threshold bertuan untuk menguatkan sistem presidensil di Indonesia. Salah satu caranya dengan melakukan penyederhanaan partai.
Penyederhanaan partai diharapkan bisa membuat sistem pemerintahan di suatu negara berjalan stabil.
“Tujuannya menciptakan pemerintahan yang stabil dan tidak menyebabkan pemerintahan yang berjalan mengalami kesulitan di dalam mengambil kebijakan dengan lembaga legislatif,” tutur Dwi.
Dampak Presidential Threshold
Sementara itu Lutfil Ansori dalam Telaah Terhadap Presidential Threshold dalam Pemilu Serentak Tahun 2019 mengungkapkan sejumlah catatan tentang presidential threshold. Ia menyebut presidential threshold memiliki relasi dengan kebijakan ambang batas parlemen atau parlementary threshold.
Ia memberikan sejumlah catatan buruk di balik berlakunya presidential threshold. Penerapan presidential threshold berpotensi menghilangkan kesempatan dan warga negara melalui partai yang tidak memenuhi besaran angka.
“Oleh karena itu perlu diperhatikan, sesuai dengan prinsip demokrasi, dalam penentuan ambang batas besaran presidential threshold tidak boleh merugikan kelompok masyarakat tertentu terutama minoritas,” ujar Lutfi.
Keberadaan presidential threshold seharusnya memperhatikan keragaman masyarakat yang tercermin dalam aspirasi politiknya. Pada saat yang bersamaan pemberlakuan presidential threshold juga harus memperhatikan dua aspek, perlindungan hukum dan perlindungan akan keragaman politik.
“Penentuan besaran ambang batas presidential threshold tidak boleh dilakukan berdasarkan pertimbangan keuntungan dan kerugian yang akan didapat oleh partai politik,” tegas Lutfil. (Kukuh)