(IslamToday ID) – Suara DPR terpecah menanggapi rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Namun, mayoritas fraksi menolak kenaikan harga BBM dengan berbagai pertimbangan.
Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka meminta pemerintah memperbaiki data penerima BBM bersubsidi yang terintegrasi dengan kementerian terkait. Sebab, penerima subsidi seharusnya adalah masyarakat yang benar-benar tidak mampu.
Ia juga meminta kementerian terkait untuk membuka data siapa penerima subsidi BBM dengan jelas dan transparan. Dengan begitu tidak ada indikasi penyimpangan terhadap alokasi subsidi APBN untuk masyarakat.
“Ketika data subsidi BBM belum secara jelas, transparan, akurat dapat disampaikan, dan subsidi BBM-nya dari APBN naik terus, kami menolak kenaikan harga BBM subsidi,” kata Rieke dikutip dari Kontan, Selasa (30/8/2022).
Anggota Komisi XI Fraksi PKS Anis Byarwati meminta pemerintah mempertimbangkan kebijakan BBM bersubsidi yang hanya diprioritaskan untuk kalangan bawah saja. Misalnya, angkutan umum atau motor roda dua berkapasitas mesin kecil.
Sementara Fraksi Partai Golkar masih ragu mengambil sikap. Anggota Komisi XI Fraksi Golkar Mukhamad Misbakhun meminta pemerintah menghitung dampak kenaikan harga BBM bersubsidi. Hitungan ini tak hanya dampak terhadap perekonomian, tetapi juga dampak terhadap situasi ketertiban dan keamanan.
Meski begitu, Misbakhun juga tak serta merta mendukung pemerintah menaikkan harga BBM, tapi pilih menambah anggaran subsidi dengan menambah kuota BBM bersubsidi akan habis.
Ia meminta pemerintah mempertimbangkan kembali apakah keputusan tersebut akan berdampak signifikan untuk mendorong perekonomian.
Wakil Ketua Komisi XI Fraksi PKB Fathan Subchi menyatakan tegas mendukung kenaikan harga BBM bersubsidi. Syaratnya, ada pengendalian konsumsi BBM. Misalnya, melalui peningkatan layanan transportasi publik.
Fathan juga meminta pemerintah memastikan subsidi tepat sasaran dan bisa dinikmati oleh masyarakat miskin. Selain itu, pemerintah harus meningkatkan dan mengembangkan BBM non fosil, hingga impor minyak dari Rusia. “Harga minyak mentah Rusia sekitar 30 persen (lebih murah) dari pasar global,” tandasnya.
Berdasarkan pemaparan Menteri Keuangan Sri Mulyani di hadapan Komite IV DPD, anggaran subsidi energi dan kompensasi sebesar Rp 502 triliun memperhitungkan asumsi Indonesian Crude Price (ICP) 100 dolar AS per barel, nilai tukar Rp 14.450 per dolar AS, maka harga keekonomian BBM jenis pertalite Rp 14.450 per liter.
Dengan harga jual pertalite yang saat ini masih Rp 7.650 per liter, maka pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 6.800 per liter. “Pemerintah nombok Rp 6.800 per liter ke PT Pertamina. Itu yang disebut subsidi dan kompensasi,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan berdasarkan hitungan Pertamina harga keekonomian pertalite lebih tinggi ketimbang hitungan Menteri Keuangan yakni sebesar Rp 17.500 per liter, meskipun tidak memperincinya.
Sri Mulyani menyebut, pemerintah harus menambah subsidi Rp 198 triliun jika harga BBM tidak naik tahun ini. Alhasil total anggaran subsidi BBM tahun ini bisa tembus Rp 700 triliun. Angka ini bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan anggaran pendidikan yang sebesar Rp 574,9 triliun.
Dampak lanjutan dari kebijakan jika pemerintah menambah subsidi BBM menjadi Rp 700 triliun maka harus memperbesar anggaran pendidikan. Sebab, sesuai mandat undang-undang, pemerintah wajib mengalokasikan anggaran pendidikan 20 persen dari anggaran belanja negara yang ada di APBN. [wip]