(IslamToday ID) – Komnas HAM menyatakan tembakan gas air mata merupakan pemicu utama terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim. Hal tersebut didapat setelah Komnas HAM melakukan penyelidikan dan pemeriksaan langsung ke lokasi dan memeriksa saksi-saksi yang selamat dalam peristiwa itu.
“Dinamika di lapangan itu pemicu utama adalah memang gas air mata yang menimbulkan kepanikan,” ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, Senin (10/10/2022).
Gas air mata tersebut kemudian menciptakan kepanikan di kerumunan suporter Arema yang berada di tribun. Inilah yang menjadi penyebab suporter berebut untuk keluar dari stadion melalui pintu keluar yang sempit. “Berdesak-desakan dengan mata yang sakit, dada yang sesak, susah napas dan sebagainya,” kata Anam.
“Sedangkan pintu yang terbuka juga pintu kecil, sehingga berhimpit-himpitan kayak gitu lah, yang menyebabkan (banyak) kematian,” tambahnya dikutip dari Kompas.
Anam menjelaskan, sebelum ditembakkan gas air mata, keributan suporter Aremania sudah terkendali. Akan tetapi, suasana yang sudah terkendali itu pecah dan rusuh bukan karena adanya tawuran antara suporter, tetapi dipicu tembakan gas air mata.
“Jadi eskalasi yang harusnya sudah terkendali kalau kita lihat dengan cermat, terkendali sebenarnya, itu terkendali tapi semakin memanas ketika ada gas air mata. Nah gas air mata inilah penyebab utama adanya kematian bagi sejumlah korban,” ujar Anam.
Sementara, KontraS menemukan banyak keganjilan usai melakukan investigasi. Kontras mengaku telah mendapatkan 12 temuan awal, salah satunya keganjilan soal mobilisasi aparat di Kanjuruhan, termasuk Brimob yang membawa gas air mata.
“Kami menemukan bahwa pengerahan aparat keamanan atau mobilisasi berkaitan dengan aparat keamanan yang membawa gas air mata itu dilakukan pada tahap pertengahan babak kedua,” kata Kepala Divisi Hukum KontraS Andi Muhammad Rezaldi, Ahad (9/10/2022).
“Padahal, dalam konteks atau situasi saat itu tidak ada ancaman, atau potensi gangguan keamanan. Jadi ini kami melihat ada suatu hal yang ganjil,” tambahnya.
Terlebih, dalam laga yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya, suporter yang datang hanyalah suporter tuan rumah. Pengkondisian ini sengaja dilakukan guna meminimalkan kemungkinan bentrok antarsuporter klub rival itu.
Di sisi lain, KontraS juga menyoroti soal penembakan gas air mata yang langsung dilakukan tanpa mengindahkan tahapan awal. Andi mengutip Peraturan Kapolri No 1 Tahun 2009 bahwa dalam hal penggunaan kekuatan, ada tahap-tahap awal yang harus dilakukan aparat sebelum tiba pada keputusan untuk menembakkan gas air mata.
Terlebih, gas air mata ini ditembakkan ke tribun penonton, utamanya tribun selatan. Padahal, suporter di area tersebut tidak dalam keadaan ricuh. “Dalam konteks kasus ini, tahapan-tahapan tersebut tidak dilalui oleh aparat kepolisian. Apa saja tahapan yang harus dilalui, pertama, misalnya melakukan penggunaan kekuatan yang memiliki dampak pencegahan,” kata Andi.
“Tahap yang kedua, ada juga (seharusnya) perintah lisan atau suara peringatan, tetapi hal itu tidak dilakukan,” lanjutnya. [wip]