(IslamToday ID) – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai kasus gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak disebabkan karena lemahnya pengawasan pemerintah terhadap peredaran obat-obatan.
Menurut Isnur, peredaran obat lepas dari pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sehingga menyebabkan ratusan korban jiwa.
“Kami menyayangkan lemahnya fungsi pengawasan dari pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan,” ujarnya dikutip dari Kompas, Selasa (25/10/2022).
Karena itu, pemerintah sudah semestinya segera melakukan penyelidikan terhadap perusahaan farmasi penyedia obat cair yang mengandung senyawa penyebab gagal ginjal akut itu. Menurut Isnur, jika pemerintah melihat adanya pelanggaran hukum, maka sudah semestinya tindakan tegas harus diterapkan.
“Pemerintah harus mengambil tindakan tegas berupa tindakan administratif pencabutan izin sementara atau izin tetap sesuai ketentuan Pasal 188 Ayat 3 UU Kesehatan,” imbuhnya.
Di sisi lain, produsen juga bisa dikenakan Pasal 196 UU Kesehatan dengan pidana 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu, YLBHI juga menekankan keluarga korban bisa menuntut ganti kerugian materiil maupun non-materiil terhadap produsen dan penyedia obat yang menyebabkan kematian korban.
“Dan (juga tuntutan) kepada pemerintah karena kelalaiannya melakukan pengawasan, sehingga menyebabkan hilangnya nyawa warga negara,” pungkas Isnur.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan kasus gangguan ginjal akut misterius (acute kidney injury/AKI) di Indonesia sudah mencapai 245 kasus yang tersebar di 26 provinsi per 23 Oktober 2022. Sedangkan angka kematian akibat keracunan obat ini mencapai 141 anak dan balita.
Penderitanya masih didominasi oleh balita, dengan rincian 25 kasus diderita oleh anak-anak berusia kurang dari 1 tahun, 161 kasus diderita oleh anak usia 1-5 tahun, 35 kasus diderita oleh anak usia 6-10 tahun, dan 24 kasus diderita oleh anak usia 11-18 tahun. [wip]