(IslamToday ID) – Wakil Ketua KPK Johanis Tanak berharap segera dilakukan gelar perkara atau ekspose untuk memutuskan status kasus dugaan skandal “kardus durian” sehingga bisa naik ke tahap penyidikan atau tidak.
Sebagaimana diketahui, kardus durian adalah kasus dugaan suap kepada Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Saat itu, ia menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Menurut Johanis, gelar perkara perlu dilakukan agar kasus yang menyeret nama Cak Imin itu bisa menjadi jelas. “Saya berharap ada dulu ekspose biar kita lihat, apakah nanti ada bukti yang cukup untuk ditingkatkan atau tidak, ini kan perlu satu kepastian hukum juga,” katanya dikutip dari Kompas, Selasa (22/11/2022).
Menurut Johanis, kepastian hukum itu penting sebab menyangkut nasib orang yang dilaporkan. Selain itu, ketidakpastian hukum juga bisa berdampak pada hak perdata seseorang. Ia memberikan contoh dirinya dilaporkan ke KPK. Tetapi, kasus berlarut-larut dan tidak kunjung jelas. Suatu ketika, ia hendak membuka usaha dan perlu modal.
Ia kemudian memutuskan untuk meminjam uang ke bank. Semua persyaratan seperti sertifikat yang dijaminkan sudah lengkap. “Tapi ketika dia lihat wah Anda ini status di KPK tidak jelas, akhirnya kan tidak dikasih karena status saya tidak jelas begini kan,” kata Johanis.
“Nah ini berarti merugikan hak keperdataan saya,” ujarnya lagi.
Menurut Johanis, contoh tersebut tidak sesuai dengan tujuan hukum, yakni adanya kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Ketika tidak ada kepastian hukum, kata mantan Jaksa tersebut, maka tidak ada keadilan. Oleh karena itu, ia berharap dalam waktu ke depan dugaan skandal korupsi kardus durian bisa diekspose.
Dengan demikian, KPK akan melihat apakah dalam kasus tersebut ditemukan indikasi korupsi atau tidak. “Kalau tidak ya kita katakan tidak, kalau iya kita tingkatkan. Sehingga ada kepastian hukum dan ada keadilan, sebagaimana tujuan hukumnya,” ujar Johanis.
Kasus kardus durian pertama kali muncul dalam persidangan kasus korupsi Kabag Program Evaluasi dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Dadong Irbarelawan.
Dadong ditangkap KPK pada 25 Agustus 2011 bersama atasannya, I Nyoman Suisnaya dan pengusaha bernama Dharnawati. Dalam penangkapan itu, KPK menyita uang Rp 1,5 miliar dalam kardus durian dari Dharnawati.
Jaksa menyebut uang itu merupakan bagian dari commitment fee yang akan diberikan Dharnawati agar empat kabupaten di Papua mendapatkan alokasi PPID dari Kemenakertrans.
Menurut jaksa, setelah disetujui dana untuk empat kabupaten tersebut Rp 73 miliar, Nyoman meminta Dharnawati memberikan commitment fee 10 persen dari nilai proyek atau Rp 7,3 miliar. Uang itu disebut akan diserahkan kepada orang dekat Muhaimin Iskandar yang bernama Fauzi.
Dharnawati kemudian menemui Dadong untuk memindahbukukan rekening. Setelah uang Rp 1,5 miliar ditransfer, Dharnawati menyerahkan buku tabungan dan ATM ke Dadong.
“Dengan posisi saldo Rp 2 miliar yang merupakan commitment fee yang mana uang itu untuk diberikan kepada Muhaimin,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat pada tanggal 12 Maret 2012.
Namun, Muhaimin Iskandar tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut. [wip]