(IslamToday ID) – Koalisi sipil yang terdiri dari 55 organisasi mengultimatum Presiden Jokowi dan DPR agar mencabut Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) dalam kurun waktu tujuh hari. Jika tuntutan tidak dipenuhi, mereka mengancam akan melakukan demo besar dan pembangkangan sipil.
“Jika dalam waktu tujuh hari ke depan tuntutan ini tidak dipenuhi, kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia senasib sepenanggungan, yang telah terinjak-injak oleh kesewenang-wenangan presiden, untuk melakukan pembangkangan sipil dan aksi-aksi massa yang sah,” demikian pernyataan bersama mereka yang dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (11/1/2023).
Menurut koalisi sipil, Perppu Cipta Kerja telah merendahkan pilar-pilar negara hukum dan mengkhianati konstitusi Indonesia. Mereka melihat Perppu Cipta Kerja yang diteken Jokowi akhir tahun lalu dianggap dapat menyebabkan demoralisasi hukum atas kepentingan investasi.
“Langkah ini sebagai bentuk protes tanpa opsi lain, selain menuntut pencabutan Perppu Cipta Kerja dan sebagai peringatan keras atas tindakan yang dilakukan oleh presiden/pemerintah yang memaksakan kehendaknya sendiri,” jelasnya.
Koalisi sipil itu terdiri atas 55 organisasi yang beberapa di antaranya adalah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan HIdup Indonesia (Walhi), Sawit Watch, KontraS, Serikat Petani Indonesia (SPI), ELSAM, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), serta Majelis Hukum HAM dan LHKP PP Muhammadiyah.
“Pembangkangan sipil akan terus dilakukan rakyat, sepanjang pengkhianatan konstitusi masih dipertahankan oleh Presiden RI dan DPR,” demikian dikutip dari CNN Indonesia.
Sebelumnya, Jokowi menerbitkan Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini akan menggantikan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat melalui Putusan MK No 91/PUU-XVIII/2020 pada November 2021.
Terbitnya Perppu ini disebut berdasar pertimbangan adanya kepentingan mendesak ekonomi global yang perlu segera direspons, salah satunya karena imbas perang Rusia-Ukraina.
Jokowi mengklaim ada beberapa kegentingan yang menyebabkan ia harus menerbitkan Perppu tersebut. Menurutnya, Indonesia diliputi ancaman-ancaman ketidakpastian global.
“Ancaman-ancaman risiko ketidakpastian itulah yang menyebabkan kita mengeluarkan Perppu, karena itu untuk memberikan kepastian hukum, kekosongan hukum, yang dalam persepsi para investor baik dalam maupun luar. Itu yang paling penting, karena ekonomi kita ini di 2023 akan sangat bergantung pada investasi dan ekspor,” ujar Jokowi.
Menko Polhukam Mahfud MD pun sebelumnya menjelaskan suatu UU yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK bisa diperbaiki lewat UU baru atau Perppu. Namun, peraturan pengganti itu dikeluarkan jika ada kondisi kegentingan. Ia pun mengatakan situasi kegentingan itu merupakan hak subjektif presiden.
“Secara prosedural pembuatan Perppu untuk memenuhi tuntutan UU yang inkonstitusional bersyarat adalah bisa, asal ada kondisi kegentingan. Kegentingan adalah hak subjektif presiden. Tinggal diuji,” kata Mahfud, Selasa (3/1/2023).
Namun, Perppu ini mendapat banyak penolakan dari berbagai pihak. Sebab isi dari Perppunya tidak jauh beda dengan UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Isi dari Perppu ini juga dianggap memuat pasal-pasal bermasalah yang merugikan, terutama untuk buruh dan lingkungan. [wip]